Jumat, 27 Oktober 2017

Review Buku: Reem - Sinta Yudisia

Judul: Reem
Penulis: Sinta Yudisia
Penerbit: Pastel Books
Penyunting nskah: Irfan Hidayatullah dan Nurul Amanah
Cetakan ke-1; Agustus 2017; 352 hlm
ISBN: 978 – 602 – 6716 – 11 – 8

Blurb
Tak ada yang indah saat bersekutu dengan kematianSebab, sesudah mati adalah ketiadaanAku berharap mendapati suaramu, yang dapat dikenali di padang luas MahsyarSebab, ke mena hati ingin melarikan diri?
Reem masih ingin hidup sepuluh, dua puluh, bahkan lima puluh tahun lagi bila mungkin. Untuk belajar, melukis, menulis puisi, melintasi perbatasan Palestina, dan merawat anak-anak pengungsi di Jardine d’enfants. Tetapi kematian telah mengintai dengan pertanyaan dan dunia menyuguhkan ketidakpastian.
Setiap kali air mata jatuh, Reem seakan berdoa mengucapkan permintaan terakhir. Ia masih memiliki sisa umur, jadi ia masih boleh mengucapkan permohonan. Kasim pernah meyakinkannya, sekalipun ia tak punya rahim, ia masih bisa menjadi ibu dari anak-anak Palestina.
Reem dan Kasim telah begitu banyak menjalani dialog demi dialog tentang peradaban dan masa depan. Di lorong-lorong kota-kota Maroko tempat mereka bertemu dan kisah cinta itu terpatri. Reem berharap dapat melukis sendiri jalan hidupnya Tetapi, tak satu pun mengetahui takdir masing-masing. Akankah ia mendapatkan dambaan jiwanya? Atau ia takluk pada takdir yang menjadikannya bidadari yang didamba surga?

Sinopsis

Reem seorang gadis berdarah Palestina-Indonesia. Sebagian waktunya habis mengikuti naluri Abba dan Umminya yang menolong orang lain demi kemanusiaan. Sampai pada akhirnya, Palestina, negara yang penuh derita itu, merenggut Umminya. Abbanya yang terpukul menjauh dan menenggelamkan diri dalam lautan manusia Palestina meninggalkan Reem kecil di asuh oleh adik istrinya di Maroko.

Lahir dan besar dari keluarga taat agama, menjadikan Reem sosok wanita tangguh, tegas, dan berbudi luhur juga cerdas. Dan Kasim mampu melihat itu semua dalam sekali pertemuan saat Reem membacakan puisi indah di gedung pengadilan. Kasih mulai mengekori Reem, berusaha menjalin kontak dengannya, namun ada saja halangannya. Apalagi Abbanya yang sangat tidak menyukai Kasim karena berasal dari Indonesia. Seakan mengorek ingatan lama dari luka-lukanya.

Kasim dan Reem berpisah.

Tapi entah sampai kapan, hanya Tuhan yang mengetahuinya.

 
Review

Pertama kali baca blurbnya, udah aku duga bau-bau bikin baper nie. Belum lagi aku pikir setting novel ini adalah Palestina, tau kan gimana nasib saudara-saudara kita di negara tersebut?  bapernya sih betol, 100% baper malah, tapi untuk settingnya ternyata di Maroko.

Gambaran Palestina kebanyakan aku dapatkan dari dialog Reem-Kasim. Reem yang memang kehilangan ibunya disana, dan pernah tinggal disana menggambarkan bagaimana negara tersebut. negara yang selalu diliputi perang tapi mampu bertahan dan masih bisa mencetak anak-anak penghapal Alquran. Masya Allah!!! Kebayang nggak? Negara yang dihujani bom gitu aja masih bisa mencetak generasi-generasi yang membanggakan. Sedangkan dari Kasim, aku lebih menghargai kenapa seseorang harus mencintai negara tersebut. Reem-Kasim ini bagaikan dua jendela yang memperlihatkan Palestina secara berbeda kepada mata dunia.

Dan jangan lupakan Maroko. Kasim yang notabenenya adalah mahasiswa beasiswa, belum mengenal sisi lain Maroko. Dari Reem-lah, aku beserta Kasim diajak berkeliling Maroko. Percaya enggak percaya, Korea Selatan dan Jepang yang jadi negara impian aku untuk berwisata, disingkirkan oleh keindahan Maroko. Serius!!! Aku rasanya sampai bergetar membaca deskripsi keindahan dan keunikan Maroko. Apalagi Fez yang punya 5ribu jalan. WOW!!! Dan pintu-pintu rumah yang berbeda satu sama lain. Pokoknya suka, pengen kesana. Paling penting sih disana jelas makanannya halal, karena mayoritas muslim juga.

Konflik di novel ini bikin greget. Cenderung ke TEGA banget. Masalahnya konflik bukan hanya sekedar restu yang sulit di dapat dari Babba-nya Reem, tapi dari pihak Kasim yang bikin greget minta ampun. Keegoisan yang membuat semua pihak tersakiti lahir dan bathin. Twist yang nggak nanggung-nanggung bikin syok juga.

Karakternya khas novel islami ya. Tapi aku paling suka Ilham. Sosok bersahaja yang kocak tapi santun sekaligus kangenin.

Endingnya bikin aku bergetar. Pengen nangis tapi haru sekaligus.

Nilai tambah novel ini, puisi-puisi Reem yang indah. Seriuss indaaah banget!! Aku jadi pengen belajar bikin puisi dan serius mendalaminya.

Dari novel ini aku menemukan bahwa seperti apapun manusia memaksa, tetap Tuhan yang berkuasa akan hidup dan mati. Bahwa sekuat apa pun manusia berusaha, tetap Tuhan yang membuka jalan. Sebesar apa pun tekad manusia, tetap Tuhan yang mampu membolak balik hati.

Kamu pecinta romance dan novel islami, kamu harus baca novel ini.

***
Tulisan ini diikutsertakan dalam:
Indonesian Romance Reading Challenge 2017
Read & Review Challenge 2017 – Kategori Name In A Book


G+

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu disini

 
;