Senin, 01 Mei 2017

Review Buku: Being Henry David by Cal Armistead

Judul: Being Henry David
Penulis: Cal Armistead
Penerbit: Spring
Penerjemah: Dewi Sunarni
Cetakan ke-1; September 2016; 256 halaman
ISBN 978 – 602 – 71505 – 7 – 7


Blurb

‘Hank' tersadar di Stasiun Penn, New York tanpa ingatan. Pemuda berumur tujuh belas tahun itu tidak tahu namanya, siapa dirinya, dan dari mana ia berasal. Satu-satunya petunjuk yang ia miliki adalah sebuah buku berjudul 'Walden' karya Henry David Thoreau yang ada di tangannya. Menggunakan buku itu, ia mencoba mencari jati dirinya. Dapatkah ia mengingat kembali siapa dirinya?


Atau lebih baik ia tidak mengingatnya sama sekali?


Sinopsis

Hank berusaha keras mengingat siapa dirinya dan apa yang sedang ia lakukan di New York. Bertemu dengan Jack dan Nessa yang ternyata terlibat masalah dengan seorang pengedar narkoba. Setelah masalah pelik yang timbul, Hank melarikan diri. Berbekal buku Walden karya Henry David Thoreau, Hank berpetualang ke kota kecil tempat Henry dilahirkan dan dibesarkan.

Sedikit demi sedikit kilasan ingatannya muncul.

Sayangnya, monster di dalam dirinya mencegah hal itu terjadi.



Review

“Aku hanyalah seorang anak hilang yang telah berbuat sesuatu yang terlalu mengerikan untuk diingat, penyusup dalam dunia bukan tempatku.” – hal 125

Sinopsis yang singkat ya ...

Sengaja sih, karena seluruh bagian novel ini udah pas dijelaskan oleh blurb. Dan sinopsis yang aku buat Cuma formalitas aja.

Menurut aku ini bukan sekedar buku fiksi. Ini adalah gambaran hidup remaja yang ketakutan dan mencoba menyelesaikan masalahnya seorang diri.

Henry atau begitulah nama yang ia pinjam untuk sementara, lahir dengan ingatan yang hilang. Uniknya sih, ingatan yang hilang disini hilang seluruhnya. Nggak seperti di novel romance atau seperti di sinetron. Henry benar-benar seperti kosong. Ia bahkan sama sekali nggak tahu wajahnya seperti apa (sebelum ia bercermin) atau ia tidak meyadari bahwa ia bisa menguasai beberapa keahlian.

Alurnya sih menurut aku agak lambat ya. Tapi cocok sih sama keadaan dimana Henry harus menapaki beberapa kegiatan atau kehidupan yang baru ia mulai.Misalnya aja saat bersama Jack, ia menyadari bahwa ia sangat suka berlari. Jack menyimpulkan Henry pasti seorang pelari. Terus tampang Henry juga tampang anak orang yang berkecukupan. Walaupun itu hanya dugaan, tapi kesimpulan-kesimpulan itu bikin Henry tenang, bahwa ia punya ‘sesuatu’ yang ia ketahui dari dirinya. Lalu Henry yang terlanjur jatuh cinta sama cewek di kota Concord (kota Henry David Thoreau di lahirkan) dan ia juga terlibat konflik dengan cewek itu. Bagian ini agak bikin baper dan aku suka bagaimana cara Penulis menceritakan bagaimana konflik batin Henry yang merasa bersalah tidak mengatakan kebenaran bahwa ia hilang ingatan pada cewek yang dia suka. Puncaknya sih ketika Henry bertemu Thomas, dan Henry menemukan semua kebenarannya.

Karakter Henry disini sangat misterius. Dia bisa menghapal isi buku Walden yang ada ditemukan bersamanya. Dan itu membuat Thomas terbengong-bengong karena ada yang menghapal isi buku Wladen setiap kata dengan tepat. Buku itulah yang membawa Henry ke kota Concord dan bertemu dengan tokoh-tokoh lainnya.

“Musik menciptakan ikatan di antara kami, sebuah keintiman. Seolah-olah menyentuh gadis itu dengan musik ketimbang jari.” – hal 146


Kesimpulan

Aku suka novel ini. Seperti yang udah aku bilang disini bukan hanya sekedar fiksi tentang remaja yang hilang ingatan, tapi tentang tanggung jawab, kasih sayang dan menerima kesalahan. Endingnya bikin aku menyentuh, apalagi kenyataan yang mengerikan di balik hilang ingatan Henry. Rasanya pengen kasih pelukan buat Henry dan bilang bahwa itu bukan salah dia. Dan cara keluarganya memandang masalah Henry sungguh bijaksana.

Di novel ini kalian nggak akan nemuin drama yang saling menyalahkan ala-ala sinetron atau film-film romance. Ini terasa kayak kisah nyata, begitu real buat di jadikan fiksi. Konflik sederhana dan bagaimana penyelesaiannya memang nggak bikin kamu cengo atau terbengong-bengong, tapi percaya lah pas kamu nyelesaikan novel ini, kamu seperti menarik nafas lega bahwa inilah endingnya.

Aku suka dan sangat suka novel ini.

Novel ini aku rekomendasikan untuk ada di setiap perpustakaan sekolah karena nilah-nilai kehidupan dan persahabatan yang begitu kental dan paling penting sangat bagus dibaca oleh remaja.

 “Memilih hidup berarti menghadapi rasa sakit dan aku tidak akan cukup kuat.” Hal 272

Sampai jumpa di review selanjutnya ^^

***

Tulisan ini diikutsertakan dalam:
Read & Review Challenge 2017 – Kategori Name In A Book


G+

1 komentar:

  1. Hebat orang yang suka bedah buku. Bukan hanya isi, namun gaya bahasanya pun dicermati. Buku setebal apapun dijabanin untuk dibaca. Review buku sangat membantu mereka yang pengin memiliki buku untuk lebih tahu previewnya terlebih dahulu. Reviewer seperti admin blog ini memang esensial banget Salam kenal ya, namaku walidin dan jangan sungkan main ke blogku

    BalasHapus

Berikan komentarmu disini

 
;