Kamis, 02 Maret 2017

[Review Buku] The Notorious Gentlemen #3 : Always a Scoundrel - Suzanne Enoch

Terjebak di Antara Pria yang Memiliki Reputasi Buruk


Judul: Rayuan Sang Pemikat
Judul Asli: Always A Scoundrel
Penulis: Suzanne Enoch
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa: Lingliana
Desain Sampul: Marcel A. W.
Published 14 april 2014
Tebal: 456 halaman

Blurb

Lord Bramwell Lowry Johns suka hidup dalam bahaya. Karena bosan dengan hidupnya ia mulai mencuri barang-barang beharga para bangsawan London—hingga suatu malam pertengkaran keluarga Davies mencuri perhatiannya. Tampaknya Lady Rosamund akan dipaksa menikah dengan pria yang lebih brengsek daripada Bram.

Rose sangat sadar tentang reputasi buruk Bram. Tentu saja ia mencurigai ketertarikan tiba-tiba pria itu padanya; apalagi Bram bersahabat dekat dengan pria yang akan menghancurkan keluarganya. Tapi, ia punya rencana sendiri, dan Bram mungkin adalah pria yang ia butuhkan—selama ia ingat untuk tidak mempercayakan hatinya pada pria itu.

Sinopsis

James Davies kehilangan sepuluh ribu pound di meja judi, tepatnya di tangan Casgrove, laki-laki yang tidak punya hati dan punya reputasi paling buruk di antara bangsawan. Sebagai pelunasan hutang, Casgrove meminta Rose menjadi istrinya. Bram yang saat itu sedang berniat mencuri di rumah Lord Davies, mendengarkan percakapan antar keluarga tersebut. Mengetahui Casgrove ingin menikah saja, sudah membuat Bram heran, apalagi melihat gadis pilihan Casgrove yang jauh dari kata cantik.

Karena penasaran, Bram mencoba mendekati Rose. Mencari tahu apa yang menarik dari gadis tersebut. Ternyata, rasa penasaran Bram membuat dirinya terjebak antara melawan sahabatnya yang sadis, Casgrove atau melindungi Rose dengan mempertaruhkan nyawanya.

“Kalau begitu izinkan aku mengajarimu cara memainkan permainan ini.” – hal 76

“Aku pernah melihat putri-putri cantik setelah Casgrove selesai dengan mereka. Padahal sejak awal mereka punya lebih banyak pengalaman dengan pria daripada dirimu.” – hal 92



Review

Dari seri ke-1 : After the kiss, aku udah tertarik sama Bram. Karakter dia itu mencolok sekali meski Cuma sebagai pendukung aja. Terus di seri ke-2: Before the scandal, Bram dan Sullivan muncul. Tetap aja, aku ngerasa Bram agak mencolok di tengah konflik Phin-Alyse. Dan akhirnya, sampai di seri ke-3 di mana Bramlah tokoh utamanya.

Tapi sebenarnya, alasan kenapa aku begitu ngefans sama Bram adalah gambaran fisik dia yang berambut hitam segelap arang dan mata segelap malam. Aku suka cowok dengan gambaran seperti itu. Terutama mata yang gelap.

Aku pikir, Bram bakal sama adiknya Phin, Elizabeth. Karena Bram yang garang itu bakal gemetar kalau lihat Elizabeth. Ternyata alasannya adalah Bram nggak tahan melihat kepolosan dan keriangan Beth. Alasan yang aneh ya haha

Mengejutkannya lagi, sosok Bram di pasangkan dengan cewek yang nggak populer. Kalau Isabel dan Alyse adalah gadis pujaan seluruh cowok, maka kebalikan dari Rose. Ia hampir (bahkan nggak pernah) dilirik bangsawan muda untuk di ajak berdansa.

Awalnya menarik. Ini kisah badboy dengan cewek kutubuku. Aku menyebutnya tema klasik untuk cerita Klasik ^^

Karakter

Lady Rosamund aka Rose adalah cewek yang blak blakan. Salah satu sifat yang tidak boleh dimiliki seorang lady. Cewek yang suka mengerjakan segala hal sendiri dan  membaca buku.

“Membaca tidak menjadikanmu kutu buku. Mengutip apa yang kamu bacalah yang membuatmu jadi kutu buku.” – hal 39

Ia juga yang mengurus keluarganya. Seperti mengingatkan janji, mempercepat jam agar keluarganya tidak pernah telat pergi undangan dsb. Secara fisik, Rose memang digambarkan tidak menarik. Ia berdada rata, tingginya di atas rata-rata para gadis, hidungnya berbintik dan bibirnya sedikit tebal. Tapi ia sangat peduli pada keluarganya. Ia punya pilihan untuk kabur dari pernikahan dengan pergi diam-diam, tapi ia tidak melakukannya. Karena ia tidak sanggup melihat kehancuran keluarganya, meski keluarganya jelas-jelas tidak menganggap Rose sebagai anak. Dan meski ia marah pada James, adiknya, tapi ia selalu khawatir jika James berteman dengan Casgrove.

“Bukan salahmu, James? Tentu saja ini salahmu. Kalau kau punya akal sehat sedikit saja, kau akan sadar bahwa aku sedang mencoba menyelamatkan keluarga ini dari kehancuran yang disebabkan olehmu.” – hal 105

Ia juga punya tekad dan keberanian. Namun sebagaimana gadis yang terhormat, ia rapuh. Sangat rapuh hingga Bram tidak tega membayangkan Rose di hancurkan Casgrove.

Bram itu bajingan. Tapi sahabat yang baik bagi Sullivan dan Phin. Bram berjudi, tidur dengan istri para bangsawan, mematahkan hati para wanita dan mabuk-mabukan. Dan kegiatan yang sedang ia lakoni adalah sebagai pencuri. Ia hanya mencuri di rumah bangsawan yang berteman dengan Ayahnya. Ayah dan kakaknya tahu, tapi mereka tidak bisa mencegah tanpa mencemari nama baik mereka. Dibalik sifat itu, ia memiliki kisah-kisah yang membuatnya memiliki alasan kenapa ia menjadi bajingan. Dan saat bertemu Rose, ia menyadari bahwa sejelek apapun keluarga, tetaplah keluarga.

“Aku tidak menginginkan hidup yang teratur.” – hal 7

Casgrove sendiri, seharusnya lebih ditonjolkan. Gimana pun juga dia lah penyebab Bram bertemu Rose dan konflik di antara mereka. Tapi sifat jahat dia lebih banyak dijabarkan oleh Bram saat menasehati James agar menjauhi Casgrove. Di antaranya adalah Casgrove itu suka memanipulasi. Ia membuat orang-orang yang melawannya menemui penderitaan yang hanya bisa ditebus dengan kematian. Ia juga membuat pesta seks di tengah makan siang bersama teman-temannya. Ia juga menyerang Rose dengan ancaman-ancaman apa yang akan Rose hadapi saat mereka menikah.

 “Kesenanganku berasal dari kenyataan bahwa dia tidak memiliki minat yang sama denganku.” – hal 194

“Mendesak pendosa melakukan dosa lebih besar tidak lagi menantang. Tetapi merusak seseorang yang yakin dirinya tidak bisa dirusak—itu membutuhkan keahlian besar.” – hal 197


Plot

Alurnya sih menurut aku enak aja dinikmati. Kedekatan Bram-Rose itu terasa alami, nggak dibuat-buat. Cuma aku agak janggal, pas Rose minta Bram untuk mencemari kehormatan Rose dan melarang Bram memakai kondom. Itu dilakukan setelah dua atau tiga kali pertemuan. Alasannya sih masuk akal. Menurut Rose, jika ia harus menderita ketika mengalami pengalaman pertama dengan Casgrove,maka ia memilih mengalaminya pertama kali dengan Bram tapi penuh kelembutan. Intinya sih, Rose nggak ingin menjadikan Casgrove sebagai pria pertama yang menyentuhnya.

“Aku tidak melakukan apa pun yang membuatmu harus memperlakukanku dengan tidak hormat dan tidak baik.” – hal 147

“Dia berniat memperlakukanku dan merendahkanku, dan dia ingin aku mengetahuinya.” – hal 169

Klimaksnya adalah ketika Casgrove mulai melancarkan serangan. Dan Rose tidak tahu bagaimana caranya menghindar lagi. Sedangkan Bram, putus asa bagaimana caranya mencari uang sepuluh ribu pound untuk menebus Rose.

Kisah Percintaan

Keunggulan cerita ini adalah, nggak semua cinta itu harus berawal dari fisik. Kisah ini merupakan kebalikan dari kesempurnaan yang ditampilkan Sullivan-Isabel & Phin-Alyse di seri sebelumnya. Aku suka bagaimana interaksi Rose dan Bram. Rose sadar reputasi Bram nggak kalah bejat dengan Casgrove, tapi ia memilih percaya pada Bram.

“Kalau aku hamil, aku lebih suka hal itu terjadi dalam kebaikan dan kelembutan daripada dalam kekejian dan kekejaman.” – hal 187

Lalu disambut sama perubahan-perubahan signifikan sifat Bram dan kebiasaan Bram. Seperti perubahan warna pakaian yang ia pakai. Pelayannya sampai melongo. Dan perpustakaan yang dulunya isinya benda-benda cabul, diganti hingga berkelas. Disini lumayan lucu, tapi agak kaku.

Yah, aku menikmati kisah cinta mereka.


Ending

Menurut aku, ending kali ini agak cerdik dan sedikit licik. Cara Bram mengalahkan Cosgrove tanpa perlu kekerasan fisik itu bikin aku geli bacanya. Aku suka endingnya.

Kesimpulan

Aku suka cara pikir Rose yang mementingkan keluarganya. Sejelek apapun keluarganya, mereka tetaplah bagian yang harus dilindungi dan diperjuangkan.

Aku suka cara Bram memandang Rose. Rose memang tidak cantik, tapi Bram telah menemukan definisi kecantikan itu dari dalam diri Rose. Seandainya ada cowok kayak gitu. Intinya, cinta bukan melihat fisik. Cinta melihat karakter dan pribadi. Aku selalu percaya hal itu, meski sulit melihatnya di dalam kehidupan nyata.

***
Tulisan ini diikutsertakan dalam:

G+

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu disini

 
;