Jumat, 24 Februari 2017

[Review Buku] The Notorious Gentlemen #1: After the Kiss - Suzanne Enoch

Kisah Cinta Terlarang Antara Seorang Lady dengan Seorang Peternak Kuda


Judul: Sang Pencuri Hati
Judul Asli: After the Kiss
Penulis: Suzanne Enoch
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Alih bahasa: Lingliana
Desain sampul: Marcel A.W.
Published: 24 juni 2013
Tebal: 440 halaman


Blurb

Ketika menjalani misinya untuk mengambil kembali lukisan ibunya, Sullivan Waring tertangkap basah putrid pemilik rumah. Tertawan kecantikan gadis itu, Sullivan pun mencuri ciuman darinya. Sayang aksi tersebut membuat gadis itu berhasil membuka topengnya, sebelum ia berhasil meloloskan diri.


Lady Isabel Chalsey sangat terkejut ketika mengenali pria yang menjual kuda kepada kakaknya sebagai si pencuri lukisan. Dengan cerdik ia memanfaatkan hal itu untuk emmeras Sullivan agar bersedia melatih kudanya di Chalsey House. Seiring waktu yang mereka habiskan, Isabella dan Sullivan semakin dekat. Sayangnya perbedaan status social dan masa lalu Sullivan menjadi penghalang kisah cinta mereka. Adakaha kesempatan untuk mereka bersama?


Sinopsis

Sullivan James Waring, marah sekali pada ayah kandungnya. Sullivan rela, ia tidak diakui anak sedikitpun oleh Marquis of Dunston. Ia rela jika ibunya harus hidup menderita karena sikap laki-laki yang ia cintai. Tapi Sullivan tidak rela saat seluruh lukisan ibunya, diambil dan diberikan kepada teman-teman bangsawan Duston, padahal lukisan itu adalah satu-satunya warisan ibunya untuk Sullivan. Sullivan sadar, jika ia menuntut secara hukum, tidak akan ada yang mau membela seorang peternak kuda seperti dirinya. Jadi satu-satunya cara adalah dia mencuri lukisan-lukisan itu dari rumah ke rumah di seluruh Mayfair.

Entah sial atau beruntung, Sullivan ketangkap basah saat sedang mencuri di rumah Lord Darshear. Ia terpergok oleh gadis yang sangat cantik, Lady Isabel. Terpesona pada kecantikannya itu, Sullivan mencium bibirnya dan langsung lari sebelum gadis itu berubah pikiran untuk menjerit dan membuat usaha Sullivan sia-sia. Sullivan berharap itu kali pertama dan terakhir ia bertemu gadis itu.

Betapa kagetnya ia ketika keesokan harinya, gadis itu berdiri di depan istal kudanya dan mengatakan ingin membeli kuda. Bukan hanya kuda. Ia ingin sekalian memperkerjakan Sullivan di bawah pengawasannya.

Dengan geram, Sullivan menyetujuinya.

Tanpa mereka ketahui, mereka sendiri jatuh dalam perangkap yang mereka ciptakan untuk lawan masing-masing.

Seorang anak haram bangsawan. Seorang pencuri. Pria yang bekerja dengan kedua tangannya. Semua yang harus dihindari wanita muda baik-baik. Dan Isabel ingin pria itu menciumnya lagi. – Hal 143

***


Review

Ini pertama kalinya aku baca novel dengan genre Historical Romance. Dan itu pun karena aku lagi ikutan challenge di Instagram. Sebagai info aja, ternyata Historical Romance itu termasuk dalam kategori Classic Romance, yah setidaknya pengetahuan aku tentang genre nambah hehe


Persepsi

Mungkin karena aku nggak terbiasa dengan novel HR kayak gini, aku jadi ngerasa novel ini ribet banget. Ribetnya sih, Sullivan-Isabel sering berdebat mengenai status mereka dan keinginan masing-masing. Sullivan yang ingin menjaga reputasi Isabel tetap tehormat dan populer di kalangan bangsawan, serta mendapatkan suami yang setara dengannya. Sedangkan Isabel sendiri, tidak peduli. Setelah mengenal Sullivan, ia tidak peduli dengan status dan cara orang memandang jijik ke arahnya. Ia tetap ingin menjadi bagian dari hidup Sullivan.

Aku nggak ngerasa kalau konflik kayak gitu bisa jadi alasan sebuah cinta menjadi terlarang. Yah karena aku hidup di zaman dimana segala bentuk cinta bisa diterima. Bahkan cinta antar sejenis pun bukan sesuatu yang terlarang lagi. Nah, mungkin karena itu pula aku jadi sedikit bosan. Apa susahnya sih, Sullivan bukan orang miskin juga, dia punya duit, kecuali gelar bangsawan aja yang dia nggak punya.

Jadi tanggapan aku tentang novel ini ribet haha.

“Pikirkan semua kehancuran yang bisa kutimbulkan bagi reputasimu dan masa depanmu, semua bahaya yang bisa kutimbulkan pada hatimu, karena kita berdua tahu,ini tidak akan mengarah kemana-mana selain kehancuran.” – Sullivan (hal 240)

Karakter

Anehnya, aku malah suka sama karakter pendamping tokoh utama. Bukan hanya satu tapi hampir semua. Aku suka banget sama Douglas, adik Isabel yang baru berumur 16 tahun tapi bisa menjaga rahasia dan kepercayaan kakaknya, ketika Isabel menceritakan tentang rahasia Sullivan. Douglas memang tidak senang kakaknya berhubungan dengan Sullivan, tapi Douglas menghormati dan mengidolakan Sullivan sebagai peternak kuda paling populer di Inggris bagian selatan. Cara Douglas pura-pura tidak tahu, tapi suka ngomel sendiri melihat kakaknya dekat dengan Isabel, bikin karakter dia itu gemesin banget. Suka sama Douglas. Bahkan di saat-saat genting, Douglas tetap membantu Sullivan-Isabel, walaupun yah harus dengan berat hati ^^

Ada juga Bram, sahabat karib sekaligus anak bangsawan dari Duke of Levonzy. Peran dia itu sama banyaknya kayak Douglas, tapi Bram adalah sosok paling menawan sejauh yang aku kenal. Dia benci jadi bangsawan. Tapi menikmati statusnya untuk kepentingannya sendiri. Suka bikin Sullivan jengkel tapi selalu siap sedia buat membantu Sullivan. Bahkan dia ngelakuin hal nggak terduga, berisiko buat menjauhkan Sullivan dari hukuman gantung. Anehnya, dia malah ketagihan ...

“Tidak semua orang peduli dengan latar belakangmu, sobat. Keahlianmu sendiri sudah menyatakan dengan jelas.” – Bram (hal 99)

Ayah dan Ibu Isabel. Sama seperti orang tua manapun dan sama seperti bangsawan mana pun menentang hubungan Isabel-Sullivan, tapi cara mereka mengatasi masalah ini itu nggak lebay kayak sinetron-sinetron. Suka banget sama Ayah-Ibu Isabel yang pengertian sama kisah cinta putri mereka. Mereka selalu ada di sisi putrinya ketika semua orang menjauh dari putri mereka. Kakak Isabel, Philip, juga bertindak sama kayak Ibu-Ayah isabel, malah mereka sama-sama mencari jalan bagaimana memecahkan masalah kisah cinta terlarang itu, tanpa menyakiti Isabel.

Isabel dan Sullivan sendiri nggak bisa dibilang menarik. Karakter mereka terlalu standar. Isabel, gadis manja, gadis super cantik, super terhormat dan paling populer di antara para cowok-cowok, jatuh hati sama Sullivan, cowok super tampan tapi bukan bangsawan, punya sikap gentleman layaknya putra-putra bangsawan. Sullivan benci bangsawan, tapi ia punya pengecualian untu beberapa orang temannya dan beberapa bangsawan yang menyukainya. Dari Sullivan, Isabel bisa melihat sisi lain bangsawan yang nyebelin. Suka ngomongin orang, peduli sama reputasi, peduli sama jumlah pasangan yang dansa sama gadis-gadis dan lain-lain. Bahkan lama-lama Isabel ngerasa itu konyol (aku juga ngerasa gitu sih. Apa untungnya coba ngebandingin jumlah cowok yang dansa sama kita atau sama orang lain?)


Plot

Hm, untuk plot aku kasih nilai 4 dari 5. Aku cukup suka sama alurnya yang asik aja buat diikutin. Cuma yah agak bertele-tele di bagian Isabel-Sullivan yang mulai suka bertengkar mempertahankan pendapat masing-masing. Selebihnya aku suka banget. Dan semakin aku baca, semakin aku paham kenapa cinta mereka begitu terlarang, dan rasanya jadi masuk akal.


Ending

Aku nggak bisa bilang nggak suka. Tapi nggak bisa aku sebut favorit juga. Gimana ya aku jelasin supaya nggak spoiler?

Pokoknya endingnya bahagia. Sullivan akhirnya di akui oleh ayahnya. Tapi ... disini agak maksa kayaknya. Meski alasan pengakuan itu masuk akal. Bayangkan aja, Marquis of Duston yang keras kepala, angkuh dan sombong itu baru mau ngakuin Sullivan setelah 29 tahun lebih.


Kesimpulan

Intinya yang aku dapat sih, nggak ada sebenarnya cinta terlarang antara perbedaan status kalau seseorang mau memperjuangkannya. Ketika cinta sudah terucap, setiap pasangan harus menerima dan mencintai kelemahan dan kelebihan masing-masing. Hal yang terpenting dari sebuah cinta adalah rasa hormat dan rasa menghargai. Seperti Sullivan yang tetap menghargai Isabel, menghargai status Isabel.

Percayalah, cinta sejati akan menuntun kemana pun kamu pergi. Menuntun menenmukan orang yang tepat. Dan kamu akan kaget ketika menyadari bahwa dirinya yang tepat selama ini. Bukan orang lain, dan juga bukan anggapan orang lain.

“Kau membuatku ingin menjadi sesuatu yang tidak mungkin kugapai.” – hal 331

***

Tulisan ini diikutsertakan dalam:

G+

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu disini

 
;