Selasa, 19 Juli 2016

[Review Buku] The Lunar Chronicles #3: Cress - Marissa Meyer

The Lunar Chronicles #3: Cress
by Marissa Meyer
Penerbit Spring
Penerjemah Jia Effendi D
Desain Cover @hanheebin
Cetakan pertama; Mei 2016; 576 hlm
Rate 5 of 5
Cinder dan Kapten Thorne masih buron. Scarlet dan Wolf bergabung dalam rombongan kecil mereka, berencana untuk menggulingkan Levana dari takhtanya.
Mereka mengharapkan bantuan dari seorang gadis bernama Cress. Gadis itu dipenjara di sebuah satelit sejak kecil, hanya ditemani oleh beberapa netscreen yang menjadikannya peretas andal. Namun kenyataannya, Cress menerima perintah dari Levana untuk melacak Cinder, dan Cress bisa menemukan mereka dengan mudah.
Sementara itu di Bumi, Levana tidak akan membiarkan siapa pun mengganggu pernikahannya dengan Kaisar Kai.

Sejak kecil Cress di kurung oleh Sybill di satelit. Kemampuannya sebagai peretas andal di manfaatkan oleh Sybill untuk mencari Cinder, atas perintah Levana. Kesepian yang Cress rasakan mendorong dirinya sendiri menciptakan “teman” yang bisa ia ajak bicara. Sayangnya, ia tetap merasa kesepian terasing di antara bintang-bintang di angkasa. Hanya satu kesenangannya, yaitu mencari tahu segala informasi tentang Throne, laki-laki yang telah membuat ia jatuh cinta.

Di sisi lain, Cinder tetap menjadi buronan. Di tengah-tengah pelarian, ia mendapatkan ide untuk menyelamatkan Cress dari satelit yang mempenjarakannya. Saat rencana sudah matang, ia mengutus Throne untuk menyelamatkan Cress. Seharusnya ini menjadi misi yang mudah bagi mereka semua, tapi semuanya kacau ketika Sybill mengetahui pengkhianatan Cress padanya, dan ia juga menyusun rencana untuk menangkap Cinder dan kawan-kawannya.

Cinder berhasil kabur.

Sayangnya, Cinder harus kehilangan Throne, Scarlet dan Cress sekaligus.
“Sayangnya, kupikir kau tidak akan bertahan hidup cukup lama untuk menerima hadiahmu.” – hal 89



My Review

Kalimat yang bisa menggambarkan perasaan aku setelah membeli novel ini adalah “AKU NYESAL”

Serius!!

Nyesal karena harus menahan diri untuk tidak penasaran dengan novel selanjutnya. Nyesal kenapa aku harus beli novel ini sebelum Winter terbit. Nyesal kenapa aku harus baca Cinder sebelum semua seri The Lunar Chronicles ini terbit. Argghh *frustasi* Nunggu novel ini, ingat masa-masa nungguin novel Harry Potter. Ingat kan? Setahun sekali.. eh tapi masih mending The Lunar Chronicles sih, Cuma nunggu beberapa bulan. Ehh gak. Gak sama. Tetap beda dan tetap nyesal *galau sambil ngomong sendiri*

Gimana enggak? Bayangin aja, di novel ketiga ini petualangannya lebih terasa. Mulai dari misi menyelamatkan Cress, terjebaknya Throne-Cress di gurun pasir, Cinder yang berhadapan dengan  Wolf yang mengamuk dan petualangan yang paling tidak terlupakan adalah RENCANA MENGGAGALKAN PERNIKAHAN LEVANA. Dan ide Cinder untuk yang satu ini bikin orang terngaga haha....  Nggak Cuma petualangan Cinder aja yang bikin hati mau copot, tapi kegalauan Kai yang akan menikahi Levana dan keinginan Kai untuk memberontak itu terasa banget. Rasanya aku ikut prihatin sama Kai. Lalu kita juga di bawa hipotesa-hipotesa Kai tentang alasan Cinder menjadi buronan selama ini dan bagaimana Kai mulai mencari tahu tentang Cinder lebih jauh. Pokokknya novel ini komplit banget. Mulai dari petualangannya, konflik antar tokohnya dan romantismenya. Oh ya, nggak lupa pula sedihnya. Hiks hiks puk puk Wolf ...
“Bekas-bekas luka itu sekarang menyimpan kenangan-kenangan yang lebih baik dibandingkan dulu.” – hal 36
Novel ketiga ini kita akan berkenalan dengan Cress. Gadis satelit yang dulu pernah ngobrol sama Cinder. Ingat kan di buku ke-1? Aku penasaran gimana Marissa Meyer akan membawa cerita ini menjadi ala-ala Rapunzel. Dan persis seperti bayangan aku, bedanya Cuma tempat mengurung si “Rapunzel” ini yang agak beda. Di satelit. Kepolosan Cress pun langsung ingetin aku sama kartun Tangled yang sering di putar di tv. Pokoknya lucu banget lah ngehadepin tingkah Cress yang polos banget. Apalagi pas terdampar berdua sama Throne dan langsung minta cium. OMG!!!! Dan karena dari buku ke-2 aku udah jatuh cinta sama Throne, di novel ketiga ini aku makin kekeuh buat cinta sama Throne. Oh dia cowok yang paling perfect dengan segala kekurangannya itu. Pokoknya karakter Throne disini makin jelas ketika di duetkan bersama Cress.
“Dengar, Cress, aku tidak suka mengatakan ini kepadamu, tapi aku berkeringat dan gatal-gatal dan belum menggosok gigi selama dua hari. Ini bukan waktu yang tepat untuk romansa.” – hal 213
Harus aku akui, tokoh berkembang makin matang dan makin lama makin jelas perbedaan karakter antar tokoh utama. Cinder makin memiliki jiwa pemimpin, meski kadang-kadang ia ragu dengan dirinya sendiri. Cress gadis polos yang memiliki imajinasi yang tinggi. Throne yang tetap menyebalkan. Wolf yang terpuruk kehilangan Scarlet. Dan ada tokoh tambahan yang bikin Cinder cenat cenut sama gayanya yang mirip Throne tapi versi sombong, angkuh dan dingin, yaitu Jacin Clay. Siapa dia? Baca dong bukunya hohoho ... Oh ya satu lagi tokoh favorit aku, Iko akan menjelma menjadi android yang paling menakjubkan dalam cerita ini *peluk Iko* ^^

Isi novel ini pun hampir terbilang tidak ada dialog yang bikin mubazir kertas. Maksudnya tahulah, dialog nggak penting yang Cuma omdo doang alias omong doang. Disini kita akan di suguhkan fakta-fakta tentang perkembangan cerita. Misalnya kayak Kai yang datang ke labolatorium dan nyari info tentang Cinder. Atau gimana Cinder dan Jacin membahas misi besar mereka setelah Cinder kehilangan banyak anggota. Pokoknya setiap halamannya itu menarik buat di nikmati. Paling kecenya adalah dimana beberapa RAHASIA besar terbuka satu persatu.

Cuma satu hal yang aku sayangkan. Dan ini entah emang sengaja atau tidak.

Di buku pertama, Cinder-Kai memang menjadi fokus utama buku tersebut. Di buku kedua, Scarlet-Wolf. Nah di buku ketiga ini, sepertinya Cress-Throne harus bersaing dengan Cinder-Kai. Walaupun Cress-Throne mendapat porsi yang cukup untuk di sebut sebagai tokoh utama, tapi kalah pesonanya oleh Cinder-Kai. Apalagi pas bagian akhirnya, aje giilllleeee!!! Rame-rame sorak buat Kai hahaha ...

Aku nggak mau cerita banyak ah tentang novel ini. Bakal spoiler kalau aku keasikan nulis review ini. Tapi gambaran yang paling menyenangkan saat membaca novel ini sudah aku paparkan di atas. Semoga bisa mengobati keingintahuan pecinta The Lunar Chronicles.

Sampai jumpa di review selanjutnya ^^
“Kau sendiri yang berkata bahwa orang-orang Bulan membutuhkan revolusi.” Cinder mengangkat dagu dan menatap Kai. “Jadi aku akan pergi ke Bulan dan akan memulai revolusi.” – hal 571
***

Tulisan ini diikutsertakan dalam:

Young Adult Reading Challenge 2016
Fantasy, Science Fiction, Dystopia Reading Challenge 2016 


G+

4 komentar:

  1. Ya endingnya buat penasaran :D untung nunggu beberapa bulan.. ngga beberapa tahun :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. HAHA dulu zaman sekolah nungguin HP eh gak terasa udah kuliah. Untung aja seri ini hitungannya bulanan, kalau nggak, udah keburu punya cucu hahahaha ...

      Hapus
  2. WOY GK ADA PESAN MORALNYA NP? JDI SUSAH NGERJAIN TUGA

    BalasHapus
  3. WOY GK ADA PESAN MORALNYA NP? JDI SUSAH NGERJAIN TUGA

    BalasHapus

Berikan komentarmu disini

 
;