Kamis, 21 Juli 2016

[Review Buku] Hex Hall - Rachel Hawkins



Hex Hall
oleh Rachel Hawkins
Penerbit Fantasious
Penerjemah Dina Begum
Agustus 2014; 400 hlm
Format ebook
Rate 2 of 5
Saat ulang tahunnya yang kedua belas, Sophie Mercer mendapati kalau dirinya ternyata seorang penyihir. Tiga tahun kemudian, akibat mantranya mengacaukan pesta dansa di sekolah, dia diasingkan ke Hex Hall, sekolah bagi anak-anak bandel Prodigium—penyihir, peri, vampir, warlock, dan shapeshifter.
Pada akhir hari pertama berada di antara sesama remaja aneh di Hex Hall, Sophie mendapati hal yang mengesankan: naksir kepada cowok warlock ganteng, bermusuhan dengan tiga cewek yang berwajah bagaikan supermodel, terus dibuntuti hantu menyeramkan, dan tinggal sekamar dengan orang yang paling dibenci dan satu-satunya vampir di sekolah. Lebih buruk lagi, Sophie segera mendapati bahwa ada makhluk misterius yang menyerang murid-murid, dan satu-satunya teman yang dimilikinya merupakan tersangka nomor satu.
Sementara serangkaian misteri yang mengerikan mulai terungkap, Sophie bersiap-siap menghadapi ancaman yang paling besar: kelompok rahasia kuno yang bertekad untuk menghancurkan semua Prodigium, khususnya dia.

Sophie baru menyadari bahwa ia adalah penyihir ketika berumur tiga belas tahun. Pada pesta dansa di sekolahnya, Sophie melakukan sihir cinta yang fatal untuk temannya yang sedang kasmaran. Sialnya, gara-gara sihir itu Sophie harus dikirim ke Hex Hall, sekolah buat anak-anak prodigium, seperti penyihir, peri, vampir, warlock dan shapeshifter. Sophie benci berada di sekolah tersebut, karena menegaskan bahwa dirinya adalah orang aneh.
Prodigium. Cuma istilah latin untuk menyebut monster. Dan itulah semua orang yang berada di Hecate. Itulah aku. – Hal 16
Sophie berteman dengan Jenna, seorang vampir yang di jauhi oleh orang-orang. Awalnya Sophie merasa ngeri harus sekamar dengan jenna, mengingat kebutuhan “makan” Jenna yang jauh dari kata normal. Dan Sophie sering mendapati mata gelap Jenna memandanginya.

Sophie juga berkenalan dengan Elodie, Anna dan Chaston, trio cewek menarik yang ingin merekrut Sophie ke dalam grup penyihir putih. Tapi Sophie menolak karena desas desus yang terdengar, mereka bertiga mencoba memanggil Demon.

Kehidupan Sophie di sekolah tersebut tidak bisa di bilang bahagia. Statusnya sebagai anak ketua Dewan, membuat ia sulit mendapat simpati dari guru-guru di sana. Di susul kecelakaan-kecelakaan misterius yang di duga pelakunya adalah seorang vampir. Jenna menjadi tertuduh utama. Sophie berusaha menemani Jenna dalam masa-masa sulit tersebut.
“Holly bukan lulus atau pindah. Dia meninggal.” Anna pindah ke sisi tubuhku yang satunya, matanya terbelalak dan ketakutan. “Dan Jenna Talbot-lah yang membunuhnya.” – hal 69
Tapi sulit, ketika Sophie menyadari ada bahaya yang sedang mengincarnya.




My Review

Novel ini hampir keseluruhannya ingatin aku sama Harry Potter. Mulai dari istimewanya Sophie, di masukan ke dalam sekolah sihir, lalu terjadi kejadian-kejadian aneh yang melibatkan Sophie, bertemu makhluk yang hanya bisa di lihat Sophie dan identitas Sophie yang mengejutkan. Semuanya persis seperti Harry Potter, bedanya ini lebih versi ke remaja cewek. Dan menurut aku, dari novel ini tidak ada yang istimewa.

Sudut pandang orang pertama membuat alur novel ini membosankan. Lebih banyak menyorot apa yang di lakukan Sophie sebagai tokoh utama. Lalu gambaran karakternya terasa setengah-setengah. Entah lah, aku kurang suka rata-rata karakter yang di ciptakan. Padahal di dalam novel ini ada beberapa murid yang menarik perhatian, seperti peri, wolf dan vampir, tapi hampir tidak di tonjolkan sama sekali.

Alur juga ya biasa aja. Seperti yang udah aku sebutkan, alur cerita ini ngingatin dengan HP, mau nggak mau, sepanjang perjalanan membaca novel ini, aku tidak bisa untuk tidak membandingkannya dengan HP.

Konflik kurang terasah. Aku nggak ngerasa tu deg deg kan pas tau ada korban baru di sekolah tersebut. Atau aku tidak ngerasa simpati ketika sekolah itu mau di tutup dan berbagai hal lainnya yang tidak menarik minat aku. bahkan pertemuan Sophie dengan hantu nenek buyutnya, juga biasa aja.

Satu hal yang mengejutkan (meski nggak terlalu bikin aku tercengang) adalah status Sophie yang sebenarnya. Tentang silsilah nenek buyutnya dan lain-lainnya. Hal yang membuat dia begitu istimewa sehingga ia patut di awasi sekaligus sangat berbahaya. Tapi satu hal yang menarik, tidak bisa merubah pandangan aku tentang novel ini. belum lagi aku bisa dengan mudah menebak, musuh dalam selimut yang mengincar Sophie.

Secara keseluruhan, aku menganggap novel ini biasa aja. Nggak cukup bagus untuk menggugah aku membaca lanjutan novel ini. Buat yang penasaran atau memang suka dengan genre fantasy, mungkin novel ini cocok di jadikan bacaan pilihan.

Sampai jumpa di review selanjutnya ^^

***
Tulisan ini diikutsertakan dalam:

G+

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu disini

 
;