Hex Hall
oleh Rachel Hawkins
Penerbit Fantasious
Penerjemah Dina Begum
Agustus 2014; 400 hlm
Format ebook
Rate 2 of 5
Saat ulang tahunnya yang kedua
belas, Sophie Mercer mendapati kalau dirinya ternyata seorang penyihir. Tiga
tahun kemudian, akibat mantranya mengacaukan pesta dansa di sekolah, dia
diasingkan ke Hex Hall, sekolah bagi anak-anak bandel Prodigium—penyihir, peri,
vampir, warlock, dan shapeshifter.
Pada akhir hari pertama berada di
antara sesama remaja aneh di Hex Hall, Sophie mendapati hal yang mengesankan:
naksir kepada cowok warlock ganteng, bermusuhan dengan tiga cewek yang berwajah
bagaikan supermodel, terus dibuntuti hantu menyeramkan, dan tinggal sekamar
dengan orang yang paling dibenci dan satu-satunya vampir di sekolah. Lebih
buruk lagi, Sophie segera mendapati bahwa ada makhluk misterius yang menyerang
murid-murid, dan satu-satunya teman yang dimilikinya merupakan tersangka nomor
satu.
Sementara serangkaian misteri yang
mengerikan mulai terungkap, Sophie bersiap-siap menghadapi ancaman yang paling
besar: kelompok rahasia kuno yang bertekad untuk menghancurkan semua Prodigium,
khususnya dia.
Sophie baru menyadari bahwa ia
adalah penyihir ketika berumur tiga belas tahun. Pada pesta dansa di
sekolahnya, Sophie melakukan sihir cinta yang fatal untuk temannya yang sedang
kasmaran. Sialnya, gara-gara sihir itu Sophie harus dikirim ke Hex Hall, sekolah
buat anak-anak prodigium, seperti penyihir, peri, vampir, warlock dan
shapeshifter. Sophie benci berada di sekolah tersebut, karena menegaskan bahwa
dirinya adalah orang aneh.
Prodigium. Cuma istilah latin untuk
menyebut monster. Dan itulah semua orang yang berada di Hecate. Itulah aku. –
Hal 16
Sophie berteman dengan Jenna,
seorang vampir yang di jauhi oleh orang-orang. Awalnya Sophie merasa ngeri
harus sekamar dengan jenna, mengingat kebutuhan “makan” Jenna yang jauh dari
kata normal. Dan Sophie sering mendapati mata gelap Jenna memandanginya.
Sophie juga berkenalan dengan
Elodie, Anna dan Chaston, trio cewek menarik yang ingin merekrut Sophie ke
dalam grup penyihir putih. Tapi Sophie menolak karena desas desus yang
terdengar, mereka bertiga mencoba memanggil Demon.
Kehidupan Sophie di sekolah
tersebut tidak bisa di bilang bahagia. Statusnya sebagai anak ketua Dewan,
membuat ia sulit mendapat simpati dari guru-guru di sana. Di susul
kecelakaan-kecelakaan misterius yang di duga pelakunya adalah seorang vampir.
Jenna menjadi tertuduh utama. Sophie berusaha menemani Jenna dalam masa-masa
sulit tersebut.
“Holly bukan lulus atau pindah. Dia
meninggal.” Anna pindah ke sisi tubuhku yang satunya, matanya terbelalak dan
ketakutan. “Dan Jenna Talbot-lah yang membunuhnya.” – hal 69
Tapi sulit, ketika Sophie
menyadari ada bahaya yang sedang mengincarnya.
My Review
Novel ini hampir keseluruhannya
ingatin aku sama Harry Potter. Mulai dari istimewanya Sophie, di masukan ke
dalam sekolah sihir, lalu terjadi kejadian-kejadian aneh yang melibatkan
Sophie, bertemu makhluk yang hanya bisa di lihat Sophie dan identitas Sophie
yang mengejutkan. Semuanya persis seperti Harry Potter, bedanya ini lebih versi
ke remaja cewek. Dan menurut aku, dari novel ini tidak ada yang istimewa.
Sudut pandang orang pertama
membuat alur novel ini membosankan. Lebih banyak menyorot apa yang di lakukan
Sophie sebagai tokoh utama. Lalu gambaran karakternya terasa setengah-setengah.
Entah lah, aku kurang suka rata-rata karakter yang di ciptakan. Padahal di
dalam novel ini ada beberapa murid yang menarik perhatian, seperti peri, wolf
dan vampir, tapi hampir tidak di tonjolkan sama sekali.
Alur juga ya biasa aja. Seperti
yang udah aku sebutkan, alur cerita ini ngingatin dengan HP, mau nggak mau,
sepanjang perjalanan membaca novel ini, aku tidak bisa untuk tidak
membandingkannya dengan HP.
Konflik kurang terasah. Aku nggak
ngerasa tu deg deg kan pas tau ada korban baru di sekolah tersebut. Atau aku
tidak ngerasa simpati ketika sekolah itu mau di tutup dan berbagai hal lainnya
yang tidak menarik minat aku. bahkan pertemuan Sophie dengan hantu nenek
buyutnya, juga biasa aja.
Satu hal yang mengejutkan (meski
nggak terlalu bikin aku tercengang) adalah status Sophie yang sebenarnya.
Tentang silsilah nenek buyutnya dan lain-lainnya. Hal yang membuat dia begitu
istimewa sehingga ia patut di awasi sekaligus sangat berbahaya. Tapi satu hal
yang menarik, tidak bisa merubah pandangan aku tentang novel ini. belum lagi
aku bisa dengan mudah menebak, musuh dalam selimut yang mengincar Sophie.
Secara keseluruhan, aku
menganggap novel ini biasa aja. Nggak cukup bagus untuk menggugah aku membaca
lanjutan novel ini. Buat yang penasaran atau memang suka dengan genre fantasy,
mungkin novel ini cocok di jadikan bacaan pilihan.
Sampai jumpa di review
selanjutnya ^^
***
Tulisan ini diikutsertakan dalam:
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan komentarmu disini