Minggu, 31 Juli 2016

[Review Buku] Heartling - Indah Hanaco

Beli di bukabuku.com

Heartling

by Indah Hanaco

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Editor: Irna

Desain sampul dan isi: Iwan Manopang

Format ebook (via iJak)
Rate 2 of 5 



Monster!
Bagi Amara, monster itu bernama Marcello. Monster dengan kenangan-kenangan buruk. Cowok. Sahabat. Gaun. Pemerkosaan. Rumah sakit. Amara tidak lagi menginginkan hal-hal itu hadir di hidupnya.

Seakan takdir belum puas mengolok-olok Amara, monster itu tiba-tiba muncul mengganggu hubungannya dengan Ji Hwan. Tepat ketika dia berusaha membuka hati.

Apa yang harus Amara lakukan?



Novel ini berkisah tentang seorang gadis muda, Amara yang memiliki masa lalu mengerikan. Ia diperkosa oleh orang yang ia percayai dan ia sayangi, Marcello. Sejak saat itu Amara hidup bagaikan di neraka karena harus mengatasi ketakutannya bertemu dengan orang lain. Dan untuk melupakan kenangan itu, Amara mulai mencoba olahraga senam yang ia yakini mampu mengalihkan pikirannya dari kejadian itu.



Setahun berlalu, Amara merasa siap untuk kembali menekuni aktivitas sebagai mahasiswi. Sayangnya, ketakutan Amara merubah gadis yang dulunya ceria menjadi pribadi tertutup dan dingin kepada siapa saja, bahkan Brisha, sahabat lama Amara seperti tidak mengenali Amara lagi. Sophie gadis cantik nan ceria, tidak peduli dengan sikap permusuhan yang di lancarkan oleh Amara. Amara tidak menyukai Sophie dan secara terang-terangan menolak persahabatan yang di tawarkan gadis itu. Akhirnya, Amara luluh dan membiarkan Sophie mengekorinya. Tapi ia tetap pada pendiriannya, sebagai gadis dingin yang tidak ingin berteman.



Seo Ji Hwan, laki-laki berkebangsaan Korea selatan, tampan dan memiliki senyum menawan menaruh hati pada Amara. Sayangnya, ketika Ji Hwan mencoba mendekati Amara, gadis itu dengan tegas memaki Ji Hwan dengan kasar dan pergi meninggalkannya begitu saja.



Amara belum siap untuk berteman. Amara belum siap untuk menghadapi dunia. Dan Amara belum siap untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Bagi Amara, mosnters itu selalu ada dan selalu mengikutinya.






My Review



Novel ini sebenarnya memiliki tema yang luar biasa. Mengangkat kehidupan korban kasus pemerkosaan dan bagaimana beratnya korban pemerkosaan untuk kembali move on dan menghadapi masa depan. Mba Indah memilih menggambarkan Amara sebagai sosok yang kuat, walaupun ketakutaannya tetap membayangi hingga ia kembali menekuni aktivitas di kampus sebagai mahasiswi. Ketakutan itu juga yang membuat jurang begitu dalam antara Amara dan teman-temannnya yang dahulu. Membuat Amara menjadi gadis penyendiri, tidak percaya diri dan takut pada cowok. Walaupun cowoknya sekece Pak Reuben dan Seo Ji Hwan *plak*



Lalu ada kisah persahabatan yang mengharukan dari Sophie. Gadis energik ini, memilih gadis pendiam seperti Amara sebagai sahabatnya. Sophie cukup keras kepala dan berhati tumpul. Ia tidak termakan ucapan-ucapan kasar Amara yang sering kali terlontar begitu saja.  Ada juga Brisha, sahabat lama Amara yang kembali mendekatkan diri kepadanya. Awalnya Amara menolak, tapi berkat bantuan Sophie, Amara dan Brisha kembali bersahabat. Sebagai bonusnya, Sophie juga kini resmi menjadi salah satu orang yang terdekat dengan Amara. Mereka berdualah yang berhasil membuat Amara kembali merasa nyaman dengan lingkungan sekitar. Banyak usaha yang di lakukan Sophie agar Amara merasa nyaman ketika berhadapan dengan orang lain, terutama laki-laki. Ide cemerlang Sophie adalah dengan menghisap permen lolipop. Walaupun di tolak mentah-mentah oleh Amara, toh Amara akhirnya mencobanya juga. Setelah hal keciltapi berdampak besaritu membuahkan hasil, Sophie dan Brisha mencoba mendekatkan dan meyakini bahwa Seo Ji Hwan adalah laki-laki yang baik. Hingga kedekatan Amara dan Ji Hwan mengalami kemajuan, meski masih jauh dari kata pacaran layaknya pasangan normal.



Konfliknya cukup bikin hati cewek manapun miris. Pemerkosaan. Aku nggak ngebayangin gimana tersiksa lahir batinnya cewek yang mengalami hal itu. Dan mba Indah menggambarkannya dengan cukup bagus. Meski aku masih ngerasa kurang greget sama karakter “trauma”-nya Amara. Trauma Amara seperti hanya seperti info ketika baca koran, aku nggak ngerasin sama sekali sakit dan pedihnya perasaan Amara.



Sophie dan Brisha juga memiliki konflik sendiri dalam novel ini. Sophie ternyata memiliki rahasis besar yang selama ini ia sembunyikan. Sifat ceria dan supelnya itu hanya topeng untuk menutupi kesedihan yang terus mengakar di dalam tubuhnya. Sedangkan Brisha, terjebak dalam kehidupan cinta yang tidak sehat secara sepihak. Kedua konflik ini lah yang membuka mata Amara bahwa masih banyak di luar sana yang memiliki masalah pribadi yang sama besar atau jauh lebih besar daripada yang Amara miliki. Hingga dari kedua konflik sahabatnya itu, Amara bisa belajar untuk lebih dewasa dalam mengambil keputusan.



Sosok Ji Hwan tentu tidak lepas dari kehidupan Amara. Bagaimana cowok itu begitu sabar menunggu Amara, menghadapi sikap Amara dan meladeni kemisteriusan Amara. Tapi karakter cowok kali ini rasanya kurang sreg juga. Menurut aku, Ji Hwan termasuk sosok yang “kurang kerjaan” banget. Soalnya udah di kasarin gitu tapi masih ngejar-ngejar Amara, trus kalimat-kalimat cinta Ji Hwan terasa seperti gombalan. Beda dengan dialog-dialog cinta di novel mba Indah yang aku baca sebelumnya. Rasanya lebih berbobot dan lebih ngena di hati.



Secara keseluruhan, aku tida bisa bilang menyukai novel ini. Mba indah memang berani membuktikan dirinya mengangkat tema yang cukup menyakitkan bagi wanita. Tapi kurang detailnya trauma Amara itu yang bikin buku ini kurang greget. Terus, aku juga kurang suka dengan pemunculan konflik  “setengah jalan” seperti perceraian orang tua Amara dan kemunculan Pak Reuben yang menghilang eh muncul lagi. Gak penting banget tu cowok *Plak plak* 

Sebagai tambahan aja, aku nggak kaget dengan twist ending yang mba indah siapkan, soalnya udah ketebak dari awal *ceritanya saya mau banggain diri gitu lho, mba Indah Peace ^^



Oh ya, ada satu hal yang jadi tanda tanya buat aku.

“Ya nggak lah,” balas Brisha. “Alibi tuh. Dari dulu Arlo lebih suka makan di sini ketimbang di rumahnya.” – hal 72

Alibi menurut wikipedia: Alibi (bahasa latin: alibi, tempat lain) adalah suatu keterangan yang menyatakan bahwa seseorang berada di tempat lain ketika suatu peristiwa terjadi.



Aku sebagai pecinta genre kriminal, mulai dari komik dan novel, aku cukup paham betul pemakaian kata Alibi tidak cocok untuk kalimat di atas.



Atau memang pemahaman aku yang salah? Tolong pencerahannya ya ^^



Dari novel ini, aku belajar banyak hal. Bahwa setiap ujian itu pasti akan ada batas kadarluasanya, hingga kita menemukan jalan terang menuju masa depan yang lebih baik. Disini juga di ajarkan bagaimana seorang sahabat memberi kekuatan kepada sahabatnya yang lain dan bagaimana pasangan kita mau menerima kekurangan kita itu. satu hal yang paling utama, kalau ada masalah itu usahakan untuk di ceritakan. Minimal biarkan cerita itu keluar dari diri sendiri dalam bentuk tulisan atau media apapun yang tidak mengharuskan menceritakannya ke orang lain, sehingga beban bisa berkurang. Hingga tidak memberi tekanan ke dalam jiwa yang berakibat suka menyakiti diri sendiri.



Sekian dulu reviewnya, akhir kata selamat membaca ^^



***

Tulisan ini diikutsertakan dalam: 







G+

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu disini

 
;