Rabu, 27 Juli 2016

[Review Buku] The Girl On The Train by Paula Hawkins

Lagi diskon lho di bukabuku.com

The Girl On The Train

by Paula Hawkins

Penerbit Noura Books

Penerjemah Ingrid Nimpoeno

Perancang sampul Wida Sartika

Cetakan ke-8; April 2016; 430 hlm

Rate 2 of 5

Rachel menaiki kereta komuter yang sama setiap pagi. Setiap hari dia terguncang-guncang di dalamnya, melintasi sederetan rumah-rumah di pinggiran kota yang nyaman, kemudian berhenti di perlintasan yang memungkinkannya melihat sepasangan suami istri menikmati sarapan mereka di teras setiap harinya. Dia bahkan mulai merasa seolah-olah mengenal mereka secara pribadi. “Jess dan Jason,” begitu dia menyebut mereka. Kehidupan mereka-seperti yang dilihatnya-begitu sempurna. Tak jauh berbeda dengan kehidupannya sendiri yang baru saja hilang.

Namun kemudian, dia menyaksikan sesuatu yang mengejutkan. Hanya semenit sebelum kereta mulai bergerak, tapi itu pun sudah cukup. Kini segalanya berubah. Tak mampu merahasiakannya, Rachel melaporkan yang dia lihat kepada polisi dan menjadi terlibat sepenuhnya dengan kejadian-kejadian selanjutnya, juga dengan semua orang yang terkait. Apakah dia telah melakukan kejahatan alih-alih kebaikan?

Rachel seorang wanita yang kehidupannya hancur gara-gara alkohol. Ia kehilangan suami, yang ternyata berselingkuh, kehilangan pekerjaan dan parahnya dari itu semua Rachel tetap tidak bisa berhenti untuk menegak minuman itu. Hingga orang-orang memandang Rachel denan sebelah mata. Tidak ada lagi rasa simpati di mata-mata orang yang memandangnya. Hanya jijik saat melihat Rachel mabuk lalu muntah tidak terkendali.



Rachel diberi tumpangan tempat tinggal oleh teman kuliahnya, Cathy. Wanita itu tidak mengetahui kalau Rachel sudah dipecat dari pekerjaannya, hingga untuk menutupi kebohongan itu, Rachel tetap bepergian ke London, seolah-seolah ia masih bekerja, menggunakan kereta api. Lalu pulang di saat jam kerja berakhir dengan menggunakan kereta api pula. Aktivitas naik kereta api adalah hal yang paling Rachel senangi, karena setiap kali kereta api berhenti di sinyal berlampu merah, ia bisa melihat sebuah rumah bernomor dua puluh tiga favoritnya. Ia selalu melihat kebahagian yang terdapat pada pasangan suami istri Jason dan Jess (nama imaginasi yang di berikan Rachel untuk pasangan tersebut).

Aku mengenali mereka dan mereka mungkin mengenaliku. Tapi aku tidak tahu apakah mereka melihatku sebagaimana adanya diriku. – hal 6

Tapi pandangan Rachel berubah, saat melihat Jess sedang mencium seorang pria asing yang bukanlah Jason, suaminya. Rachel geram. Ia merasa dirinya di jungkirbalikan ke mesin waktu saat menghadapi kenyataan suaminya juga pernah berselingkuh. Sejak saat itu, Rachel tidak pernah menyukai sosok Jess lagi. ia kembali minum-minum hingga mabuk dan tidak sadarkan diri.



Saat Rachel terbangun, tubuh Rachel merasa sakit. Kepalanya berdarah. Bibirnya robek dan segala macam luka memar yang tidak ia ketahui dari mana asalnya. Karena Rachel tidak mengingat apa-apa pasca ia mabuk semalaman, akhirnya Rachel berobat ke rumah sakit. Tapi betapa kagetnya dia, saat mendapat berita bahwa Megan Hipwell atau yang Rachel kenal sebagai Jess, mengilang dari rumah sejak semalam.



Rachel bingung dan begitu ketakutan.



Karena menghilangnya Megan, adalah malam dimana Rachel mabuk berat dan tidak mengingat kejadian apa-apa.



Dan Rachel mencoba mencari tahu.

Aku tidak mengerti betapa orang bisa dengan entengnya mengabaikan kerusakan yang mereka timbulkan gara-gara mengikuti kata hati mereka. Siapa bilang mengikuti kata hatimu adalah sesuatu yang baik? Itu egoisme murni, keegoisan tertinggi. – hal 40




My Review



Aku nggak tahu kenapa novel ini bisa begitu menghebohkan dunia perbukuan dan bahkan di filmkan. Secara teknis, buku ini berhasil bikin aku nguap-nguap nggak jelas sampai keluar air mata dan tetap (berusaha keras) mencoba menghabiskan buku ini untuk mengetahui ending yang di ciptakan oleh penulis. Apalagi aku cukup ketat menentukan standar thriller yang aku baca. Dan novel ini entah bagian mana yang thrillernya? Aku nggak tegang sama sekali, dan pelakunya udah ketebak sekitar di halaman 200an (menjelang halaman 300an)



Hasilnya?



Aku nggak suka.



Aku nggak suka pemakaian sudut pandang orang pertama yang bikin cerita ini bertele-tele. Di ceritakan dari sudut pandang Rachel, Megan dan Anna dalam rentang waktu yang berbeda. Aku bosan harus di paksa menikmati hari-hari mereka bertiga tanpa ada sesuatu yang bisa aku hubungkan dengan kasus ini. Aku pikir, nanti ada petunjuk-petunjuk yang di sisipkan penulis dalam keseharian Rachel, Megan dan Anna yang begitu membosankan. SERIUS!!! Aku bosaaan.



Rachel dengan hobi mabuknya. Megan yang asik berselingkuh. Dan Anna yang sibuk memproteksi diri serta keluarganya dari Rachel yang sering menganggu Tom, mantan suami Rachel. Dan tidak ada tokoh favorit dalam novel ini. semuanya bermasalah dan tidak bisa di bilang menarik minat aku buat mengidolakan mereka.



Aku nggak suka dengan kasus sederhana yang dibuat rumit, apalagi di panjang-panjangin sampai mencapai 400 halaman. Kasus ini simple. Teka-tekinya hampir nggak ada. Nggak ada twist ending atau pun hal yang bisa buat aku wow.



Aku nggak suka dengan pengulangan infomasi secara terus menerus tentang bagian dimana Rachel kehilangan ingatannya di malam menghilangnya Megan. Karena ia sedang berkeliaran di tempat itu saat Megan menghilang.



Dan aku nggak suka cara penyelesaian kasus ini. Rasanya terlalu dibuat-buat. Nggak menarik sama sekali. Pas Rachel berhadapan dengan penjahatnya pun adegan klise seperti dalam film-film. Dimana saksi di tahan oleh penjahatnya dan di ajak ngobrol panjang lebar, menjadi hal yang tidak aku katakan sukses.



Dan aku masih nggak habis pikir kenapa novel ini mendapat respon yang luar biasa.



Secara keseluruhan, aku tidak menemukan jiwa thriller-ku dalam novel ini. Aku juga nggak bisa rekomendasikan untuk baca novel ini. Tapi yah kalau mau coba-coba untuk membaca, aku rasa nggak ada salahnya. Tapi rasanya rugi aja menghabiskan waktu untuk duduk menghabiskan novel dengan jumlah 430 halaman dan tidak menemukan apa-apa.



Sampai jumpa di review selanjutnya ^^

***



G+

5 komentar:

  1. review bukunya sangat bagus ya dan saya suka :)
    btw, saya jadi penasaran dengan isi bukunya, kira2 harga bukunya berapa ya mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. coba cek di olshop bukabuku.com .. link-nya ada di bawah gambar buku di postingan ini.

      Hapus
  2. Padahal dulu aku penasaran banget pengen baca buku ini mbak. Habisnya dri judul dan covernya seperti ada jiwa thrillernya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. genre buku ini memang thriller, tapi aku kurang ngerasa thriller-nya. Kurang pas, kurang mantap dan kurang nendang *ini apaah? haha ...

      untungnya buku ini adalah hadiah, kalau saya beli sendiri, aduh nyesal kayaknya XD

      Hapus
  3. Good news book lovers, The Girl On The Train Audiobook is available on AudioBooksNow.

    BalasHapus

Berikan komentarmu disini

 
;