Senin, 11 April 2016

[Review Buku] Hypnotic Killer oleh Eko Hartono

Hypnotic Killer
oleh Eko Hartono
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Editor: Debora Melina
Page 237 hlm
Format ebook (via iJak)
Rate 2 of 5
Wahyu membeli sebuah mesin ketik kuno yang disebut-sebut peninggalan seorang penulis terkenal. Entah kenapa, dengan mesin ketik tersebut, Wahyu berhasil menyelesaikan cerpen-cerpen misteri yang luar biasa.

Sementara itu kematian demi kematian terjadi secara misterius hanya berselang satu pekan. Safira, sang Gadis Diskotik mati mengenaskan di rumah kontrakannya. Rahmad, seorang guru, mati dipatok ular berbisa. Lalu Wardoyo, pemilik kafe mati ditikam pisau. Polisi kesulitan mengungkap pelakunya karena tidak adanya sidik jari dan jejak serta saksi mata.

Hanya ada satu petunjuk, yakni kesamaan kronologi ketiga kejadian pembunuhan itu dengan sebuah cerpen misteri yang ditulis oleh Wahyu. Apakah Wahyu pelakunya?


Editor’s Note
Cerita misteri dengan bumbu psikologi yang menarik untuk diikuti.

Wahyu seorang mahasiswa Psikologi yang menyukai menulis. Ia bertekad ingin menjadi penulis terkenal agar ia bisa membiayai kuliahnya tanpa perlu merepotkan keluarganya di kampung. Untuk itu, ia mulai menulis cerpen yang dikirimkan ke Metropolitan Pos.

Sayangnya, semua karya-karya Wahyu dibuang begitu saja oleh Dudi, redaktur yang menangani rubrik cerpen. Wahyu sedih sekali dan kehilangan semangat. Karya-karyanya dibuang tanpa dibaca terlebih dahulu. Apalagi yang menyakitkan bagi seorang penulis yang karyanya tidak pernah di anggap ada?

Saat ia hampir kehilangan harapan, ia membeli mesin tik tua di pasar loak. Dan semenjak itu kejadian aneh terus menimpa Wahyu. Mulai dari mimpi-mimpi tentang pembunuhan sampai dengan terciptanya cerpen yang berasal dari mimpi-mimpi tersebut.

Rupanya kejadian itu tidak berhenti sampai disitu, saat cerpen buatan Wahyu menjadi kenyataan. Pembunuhan yang sama persis dengan cerpen-cerpen Wahyu.

Tidak ada alasan bagi polisi untuk mempercayai Wahyu. Dan Wahyu harus mendekam di penjara dengan status tersangka pembunuhan.

***


Lagi-lagi ini murni kesalahan aku.

Saat membaca judul atau genre novel yang berbau crime, aku pasti langsung menaruh ekpektasi tinggi untuk novel tersebut. Tidak peduli novel lokal atau novel terjemahan, tapi aku lebih sedikit waspada dengan novel lokal, karena pengalaman mengajarkan aku tidak terlalu cocok dengan novel lokal terutama genre crime.

Bodohnya, hal ini terulang.

Aku cukup suka dengan cover, judul yang misteri dan sinopsis yang cukup mengundang. Sehingga aku udah mempersiapkan diriku untuk membaca novel ini. Aku lumayan kecewa (maaf aku harus jujur *kerispatih haha)

Ketika menuntaskan bacaan ini, aku mengernyitkan dahi dalam-dalam. Semua terkesan terburu-buru dan ending yang coba di tawarkan oleh penulis membuat aku bertanya-tanya, emangnya perlu aku tahu hal tersebut?

Pelaku mudah ketebak, alur cerita yang ketebak dan aku sudah menduga kronologisnya seperti apa. Bahkan ada beberapa adegan yang terlalu dipaksakan dalam novel ini.

Saat kasus pertama, kematian Safira sang Gadis Diskotik, penulis mencoba membuat novel ini mengerikan sekaligus menjijikan, tapi aku sama sekali tidak merasakan hal itu. Pembunuhan sadis yang menimpa Safira tidak memiliki seni, karena dilakukan serampangan tanpa makna sama sekali. Aku memandangnya sebagai pembunuhan brutal, tidak ada keindahan di dalamnya. Karena setiap tindakan pembunuhan yang dilakukan seorang psikopat itu memiliki aturan jelas dan rapi. Setiap mata pisau yang mereka gunakan untuk menyakiti para korban, harus memiliki tujuan di dalamnya.

Aku pikir di pembunuhan kedua akan ada sesuatu yang menarik. Eh ternyata berbanding terbalik dari kasus pertama. Kasus kedua malah terlihat seperti “biasa aja”. Dan kasus ketiga lebih parah, aku gak paham untuk apa pelaku mengincar jantung korban. Kalau mengingat motif dilakukan pembunuhan ini, aku tidak menemukan kaitan apa-apa.

Alur cerita juga cepat, terlalu banyak diksi dan terlalu sering mengulang informasi. Contoh aja, sering banget di ulang Wahyu itu pria polos dan lugu. Orang tidak akan menyangka dia adalah seorang pembunuh. Setipe-setipe gitulah pokoknya.

Dan terarkhir saat penculikan Firda.

Apa ya, penulis sepertinya memaksakan agar cerita ini seram dan mendebarkan. Terlihat dengan cara penulis membuat “skenario” kematian untuk Firda dengan sebatang tombak. Yang aku pikirkan, gimana cara nempelin batang tombak agar pas buka pintu bisa nusuk tepat di dada.

Sekarang coba mikir gini, lihat pintu di rumah kamu. Bayangin ada tombak yang dipasang di pintu rumah kamu yang mata tombaknya lurus ke arah kamu(targetnya sih dada/jantung) Coba bayangkan pas pintu itu dibuka? Apakah bakal tepat kena di dada? Karena aku ngebayanginnya, mata tombak itu Cuma akan menggores, kulit. Tapi tidak bisa menusuk tepat di dada.

Secara keseluruhan, aku tidak puas dengan novel ini. Tapi cukuplah buat tambahan bacaan kriminal aku. suntuk juga bacaannya romance melulu haha

Aku gak bisa merekomendasikan novel ini, tapi bagi pecinta misteri, thriller terutama crime, boleh lah coba baca. Siapa tahu pendapatnya bertentangan dengan aku ^^

Sampai jumpa di review selanjutnya ^^

***


G+

2 komentar:

  1. seram nih kayaknya. penasaran jadi pengen baca. kira2 sudah tersedia di toko buku seluruh indonesia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Naufal .. seharusnya sih udah. Karena ini terbitnya sekitar tahun 2015

      Hapus

Berikan komentarmu disini

 
;