Hypnotic Killer
oleh Eko Hartono
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Editor: Debora Melina
Page 237 hlm
Format ebook (via iJak)
Rate 2 of 5
Wahyu membeli sebuah mesin
ketik kuno yang disebut-sebut peninggalan seorang penulis terkenal. Entah
kenapa, dengan mesin ketik tersebut, Wahyu berhasil menyelesaikan cerpen-cerpen
misteri yang luar biasa.
Sementara itu kematian demi kematian terjadi secara misterius hanya berselang satu pekan. Safira, sang Gadis Diskotik mati mengenaskan di rumah kontrakannya. Rahmad, seorang guru, mati dipatok ular berbisa. Lalu Wardoyo, pemilik kafe mati ditikam pisau. Polisi kesulitan mengungkap pelakunya karena tidak adanya sidik jari dan jejak serta saksi mata.
Hanya ada satu petunjuk, yakni kesamaan kronologi ketiga kejadian pembunuhan itu dengan sebuah cerpen misteri yang ditulis oleh Wahyu. Apakah Wahyu pelakunya?
Editor’s Note
Cerita misteri dengan bumbu psikologi yang menarik untuk diikuti.
Sementara itu kematian demi kematian terjadi secara misterius hanya berselang satu pekan. Safira, sang Gadis Diskotik mati mengenaskan di rumah kontrakannya. Rahmad, seorang guru, mati dipatok ular berbisa. Lalu Wardoyo, pemilik kafe mati ditikam pisau. Polisi kesulitan mengungkap pelakunya karena tidak adanya sidik jari dan jejak serta saksi mata.
Hanya ada satu petunjuk, yakni kesamaan kronologi ketiga kejadian pembunuhan itu dengan sebuah cerpen misteri yang ditulis oleh Wahyu. Apakah Wahyu pelakunya?
Editor’s Note
Cerita misteri dengan bumbu psikologi yang menarik untuk diikuti.
Wahyu seorang mahasiswa Psikologi yang menyukai menulis. Ia
bertekad ingin menjadi penulis terkenal agar ia bisa membiayai kuliahnya tanpa
perlu merepotkan keluarganya di kampung. Untuk itu, ia mulai menulis cerpen
yang dikirimkan ke Metropolitan Pos.
Sayangnya, semua karya-karya Wahyu dibuang begitu saja oleh
Dudi, redaktur yang menangani rubrik cerpen. Wahyu sedih sekali dan kehilangan
semangat. Karya-karyanya dibuang tanpa dibaca terlebih dahulu. Apalagi yang
menyakitkan bagi seorang penulis yang karyanya tidak pernah di anggap ada?
Saat ia hampir kehilangan harapan, ia membeli mesin tik tua
di pasar loak. Dan semenjak itu kejadian aneh terus menimpa Wahyu. Mulai dari
mimpi-mimpi tentang pembunuhan sampai dengan terciptanya cerpen yang berasal
dari mimpi-mimpi tersebut.
Rupanya kejadian itu tidak berhenti sampai disitu, saat
cerpen buatan Wahyu menjadi kenyataan. Pembunuhan yang sama persis dengan
cerpen-cerpen Wahyu.
Tidak ada alasan bagi polisi untuk mempercayai Wahyu. Dan
Wahyu harus mendekam di penjara dengan status tersangka pembunuhan.
***
Lagi-lagi ini murni kesalahan aku.
Saat membaca judul atau genre novel yang berbau crime, aku
pasti langsung menaruh ekpektasi tinggi untuk novel tersebut. Tidak peduli
novel lokal atau novel terjemahan, tapi aku lebih sedikit waspada dengan novel
lokal, karena pengalaman mengajarkan aku tidak terlalu cocok dengan novel lokal
terutama genre crime.
Bodohnya, hal ini terulang.
Aku cukup suka dengan cover, judul yang misteri dan sinopsis
yang cukup mengundang. Sehingga aku udah mempersiapkan diriku untuk membaca
novel ini. Aku lumayan kecewa (maaf aku harus jujur *kerispatih haha)
Ketika menuntaskan bacaan ini, aku mengernyitkan dahi
dalam-dalam. Semua terkesan terburu-buru dan ending yang coba di tawarkan oleh
penulis membuat aku bertanya-tanya, emangnya
perlu aku tahu hal tersebut?
Pelaku mudah ketebak, alur cerita yang ketebak dan aku sudah
menduga kronologisnya seperti apa. Bahkan ada beberapa adegan yang terlalu
dipaksakan dalam novel ini.
Saat kasus pertama, kematian Safira sang Gadis Diskotik,
penulis mencoba membuat novel ini mengerikan sekaligus menjijikan, tapi aku
sama sekali tidak merasakan hal itu. Pembunuhan sadis yang menimpa Safira tidak
memiliki seni, karena dilakukan serampangan tanpa makna sama sekali. Aku
memandangnya sebagai pembunuhan brutal, tidak ada keindahan di dalamnya. Karena
setiap tindakan pembunuhan yang dilakukan seorang psikopat itu memiliki aturan
jelas dan rapi. Setiap mata pisau yang mereka gunakan untuk menyakiti para
korban, harus memiliki tujuan di dalamnya.
Aku pikir di pembunuhan kedua akan ada sesuatu yang menarik.
Eh ternyata berbanding terbalik dari kasus pertama. Kasus kedua malah terlihat
seperti “biasa aja”. Dan kasus ketiga lebih parah, aku gak paham untuk apa
pelaku mengincar jantung korban. Kalau mengingat motif dilakukan pembunuhan
ini, aku tidak menemukan kaitan apa-apa.
Alur cerita juga cepat, terlalu banyak diksi dan terlalu
sering mengulang informasi. Contoh aja, sering banget di ulang Wahyu itu pria
polos dan lugu. Orang tidak akan menyangka dia adalah seorang pembunuh.
Setipe-setipe gitulah pokoknya.
Dan terarkhir saat penculikan Firda.
Apa ya, penulis sepertinya memaksakan agar cerita ini seram
dan mendebarkan. Terlihat dengan cara penulis membuat “skenario” kematian untuk
Firda dengan sebatang tombak. Yang aku pikirkan, gimana cara nempelin batang
tombak agar pas buka pintu bisa nusuk tepat di dada.
Sekarang coba mikir gini, lihat pintu di rumah kamu. Bayangin
ada tombak yang dipasang di pintu rumah kamu yang mata tombaknya lurus ke arah
kamu(targetnya sih dada/jantung) Coba bayangkan pas pintu itu dibuka? Apakah
bakal tepat kena di dada? Karena aku ngebayanginnya, mata tombak itu Cuma akan
menggores, kulit. Tapi tidak bisa menusuk tepat di dada.
Secara keseluruhan, aku tidak puas dengan novel ini. Tapi
cukuplah buat tambahan bacaan kriminal aku. suntuk juga bacaannya romance
melulu haha
Aku gak bisa merekomendasikan novel ini, tapi bagi pecinta
misteri, thriller terutama crime, boleh lah coba baca. Siapa tahu pendapatnya
bertentangan dengan aku ^^
Sampai jumpa di review selanjutnya ^^
***
seram nih kayaknya. penasaran jadi pengen baca. kira2 sudah tersedia di toko buku seluruh indonesia.
BalasHapusHai Naufal .. seharusnya sih udah. Karena ini terbitnya sekitar tahun 2015
Hapus