Minggu, 13 Maret 2016

[Review Buku] Hasrat Terdalam - Vindy Putri

Hasrat Terdalam
oleh Vindy Putri
Penerbit GACA
Editor: Kirana Anais
Cetakan Pertama; Juni 2013; 264 hlm
Rate 3 of 5

Izinkan aku mencintaimu dengan kesederhanaanku...
Izinkan aku menyayangimu dengan keterbatasanku...
Izinkan aku memilikimu dengan segala yang kau punya..
Izinkan aku menjaga hatimu dalam kotak kecil di hatiku...
Karena aku menyayangimu...
Karena aku mencintaimu
Karena aku tak ingin melepasmu...
Tetaplah jadi sandaran hatiku...
Selama kau mampu...

Ketemu lagi sama novel lokal yang temanya bagus buat dijadikan cerita tapi penulisnya kurang lihai mengolah menjadi cerita yang menarik. Beberapa kali aku mengernyitkan dahi saat membaca dialog para tokoh yang terkesan garing. Sumpah garing banget, bahkan adegan romantisnya pun gak ngena sedikitpun.

Novel ini berkisah tentang Kirana yang merasa sudah menemukan cinta sejatinya pada pandangan pertama. Cinta pada asisten dosen yang memiliki fisik sempurna nan rupawan. Ternyata cinta Kirana tidak bertepuk sebelah tangan, karena Angga, nama laki-laki tersebut, ternyata menaruh hati pada Kirana.

Sayangnya, saat Kirana sudah menjadi kekasih Angga, ada sesuatu yang kosong di dalam lubuk hatinya. Ia tidak menemukan cinta menggebu-gebu saat pertama kali memandang Angga. Sedangkan di sisi lain, ada Bayu dengan segala kesederhanaannya yang membuat Kirana tidak bisa memalingkan pikiran dari teman kerjanya itu. Kirana menghadapi dilema, bagaimana ia bisa memikirkan dua pria dalam waktu yang bersamaan?

Rada bingung sih mau komentarin gimana. Jujur aja untuk tema bagus, gimana seorang cewek jatuh cinta hanya pada fisiknya saja, terus terpesona dan menjadi lupa bedanya antara cinta dan rasa kagum. Lalu kita ditawarkan pada pilihan ada seorang laki-laki biasa yang mampu membuat Kirana merasa special, tapi ia tidak memiliki kelebihan seperti Angga, sosok cowok perfect itu.

Penyamapainya kurang mantap dan terasa bertele-tele, alur juga terasa cepat.

Pada bagian awal kita ditawarkan dengan persahabatan Kirana, Marsya dan Bayu. Tidak ada tanda-tanda dari Vindy bahwa ketiga karakter tersebut memiliki perasaan antara satu dengan sama lainnya. Tapi anehnyamendadak pula Kirana tiba-tiba udah ngerasain cinta sama Bayu. Gak ada angin dan gak ada hujan. Biasanya kan penulis memberikan “sinyal” bila akan ada terjadinya cinlok antara sesama rekan kerja.

Nah, bingung. Garuk-garuk kepala sih. Ini ceritanya kan Kirana lagi cinta mati sama si Angga, kok tiba-tiba ngerasain cinta sama Bayu juga?

Satu lagi yang bikin “semak”. Disini ada adegan Angga sempat jadi penguntit di restoran tempat Kirana bekerja, tapi kok adegan itu rasanya jadi sekedar bikin semak aja. Menjadi gak penting lagi saat Angga ternyata tidak sebaik yang Kirana kira. Gak cocok banget lah, buat apa capek nguntit cewek kalau ternyata suka sama cewek lain.

Aneh kan?

Terus karakter. Dari semua tokoh yang ada, Kirana, Bayu, Marsya dan Angga, tidak ada satupun yang berbeda. Semuanya sama rata dan biasa aja. Malah terkesan anak-anak banget, padahal status para tokoh disini udah cukup dewasa.

Dialog antar tokoh juga garing, gak ada yang menonjol dan ngomongnya tentang cinta melulu. Ini nie yang bikin aku sebel, aku kurang suka kalau dari lembar pertama sampai lembar terakhir itu, ngomongnya cinta melulu. Apa sih cinta? Meski kita definisikan jadi satu kamus besar pun, cinta itu gak akan habisnya, dan itulah yang sepertinya ingin Vindy sampaikan.

Tapi sayangnya, kalau tipe pembaca kayak aku, gak akan cocok sama cerita seperti ini.

Setting di Jember, tapi nuansa kota Jembernya itu gak ada sama sekali. deskripsinya kurang dan entah kenapa (sekali lagi) aku gak dapat satupun bayangan tentang kota Jember.

Masalah utama di novel ini adalah kurang lihainya Vindy membawa pembaca untuk ikut terjun dalam cerita yang sedang di buatnya. Gaya tulisan yang masih sangat-sangat sederhana seakan-akan Vindy kekurangan kosakata untuk merangkai sebuah paragraf yang seharusnya bisa menyentuh pembaca. Diksi yang bisa dan minimnya deskripsi perasaan, tempat dan karakter tokoh. Dialog juga yang tidak berkembang sama sekali, membuatnya terlihat amatir.

Terlepas dari itu semua, aku cukup menyukai ide tulisannya. Bahwa cinta itu bukan hanya sekedar fisik, tapi kenyamanan hati.

Buku ini aku rekomendasikan untuk remaja usia berapapun. Dan sangat cocok untuk jadi bahan renungan mengenai cinta ^^

~:o0o:~

Tulisan ini diikutsertakan dalam:


G+

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu disini

 
;