Ziarah yang Terpanjang
by K. Usman
Penerbit Kakilangit Kencana
Editor by Syafruddin Azhar
Cetakan 1; Desember 2009; 310 hlm
Desain sampul by Circlestuff Design
Rate 3 of 5
Boti, seorang wartawati muda ingin
menikah pada usia 27 tahun. ketika berjumpa dengan Aditya, seorang salesman mobil,
mereka saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Cinta kilat mereka itu lalu
dilanjutkan ke pelaminan. Sayang, Boti tidak bahagia. Seusai bulan madu, Boti
masih tetap gadis perawan. Aditya hanya gagah dan tampan secara fisik saja,
lelaki muda yang pencemburu itu adalah leban alias ‘lelaki banci’. Upaya untuk
menjadi lelaki pejantan selalu gagal total.
Aditya sangat cemburu kepada Karel, seorang pengarang separuh
baya, sahabat dekat yang disayangi Boti.
Pada lelaki itu, Boti menemukan sosok seorang ayah yang
sangat dicintainya, tetapi ibu si Boti dan kedua adik perempuannya tidak
menyukai karel.
***
Inti cerita dan konflik dari cerita ini sudah tergambar jelas
pada sinopsis cover belakang di atas. Lagipula sepanjang jalan cerita tidak ada
konflik tambahan yang bikin pembaca merasa greget.
Aku suka ceritanya. Dimana tema percintaan orang dewasa yang
jauh dari keintiman yang tidak perlu. Misalnya ciuman, pegangan tangan dll.
Disini kita akan tahu, bahwa kita bisa mencintai setengah mati kepada orang
hanya dengan mengenal pribadinya. Bahkan fisik sempurna dengan harta melimpah
pun tidak bisa menjamin bahwa cinta itu berbuah bahagia. Seperti kehidupan Boti
dan Aditya. Boti yang menyukai Aditya karena ketampanannya dan karena desakan
ibu dan adik-adiknya membuat Boti tidak memikirkan dua kali untuk menikah di
usianya yang 27 tahun.
Sedangkan pada Karel, Boti menemukan sosok ayah dan pria yang
bisa mengayomi dirinya serta membimbingnya. Tapi hubungan tersebut di tentang
oleh Ibu dan adik-adiknya. Sebenarnya bukan itu saja, cinta Karel pada Boti pun
terhalang oleh janji Karel kepada mendiang istrinya untuk tidak menikah lagi.
Karakternya sendiri jelas dan terarah banget. Boti yang
cerdas, tapi tidak bisa menutupi dirinya dari kesedihan, kekecewaan dan
kemarahan akibat nasib yang menimpanya. Membuat ia menyalahkan ibu kandungnya
karena memaksa menikah dengan Aditya karena rupanya yang sangat rupawan.
Karel, pengarang tua berusia 55 tahun, yang kebapakan dan
penuh ilmu pengetahuan membuat Boti betah bersamanya. Sayangnya dia sudah
mengikat janji kepada mendiang istrinya. Dan konflik batin yang ada pada
dirinya untuk tidak mencintai Boti terlalu jauh betul-betul mengesankan.
Aditya laki-laki idaman para wanita. Punya harta, pekerjaan
yang bagus, fisik yang sempurna namun memiliki kelemahan pada alat vitalnya.
Dia laki-laki pecemburu dan sangat ingin mempertahankan Boti dalam ikatan
pernikahan. Sayangnya, Aditya tidak bisa menjaga hal tersebut dengan baik.
Emosinya yang meledak-ledak membawa bencana pada kehidupannya.
Endingnya bikin penasaran. Nah “penasaran” yang aku maksudkan
adalah benar-benar bikin gak terduga. Emang sih gak ada yang wow di endingnya,
tetapi endingnya itu benar-benar terasa alami dan apa ya ... susah aku jelasin
tanpa perlu spoiler. Pokoknya endingnya cukup bagus, dan bikin kita menebak
bagaimana kisah cinta Boti-Karel.
Karakter oke. Alur cerita juga menarik. Tema percintaan
dewasa juga diangkat menjadi hal yang bisa dibaca oleh semua kalangan. Endingnya
juga lumayan dramatis. Lalu kenapa aku memberi rating 3 dari 5?
Alasan pertama karena gaya tulisannya yang agak kaku. Mungkin
karena penulisnya adalah generasi tua (Kelahiran 1940) jadi membaca novel ini
terasa membaca karya-karya sastra zaman dulu. Seperti karya-karya Kairil Anwar
dan sebagainya. Jadi buat aku yang terbiasa dengan penulis-penulis lokal yang
bergaya bahasa ringan dan sehari-hari, jadi agak kurang nerima di kepala hehe.
Agak bikin bosan. Bahkan zaman sekarang, novel terjemahan pun disesuaikan kan
dengan pembaca yang ada. Meski bahasanya formal, tapi enak di bacanya.
Alasan kedua. Alur maju mundurnya sih oke. Masih bisa
dipahami meski penulis gak memberi “aba-aba” bahwa kita sedang dibawa ke alur
mundur. Cuma yang aku gak sukanya, banyak hal yang terlalu di ulang-ulang dalam
dialognya. Terutama percakapan antara Boti-Karel. Rasanya kok mereka ngomongnya
yang itu-itu aja padahal di bab sebelumnya mereka juga ngomongin itu tapi
dengan dialog yang berbeda.
Seandainya novel ini adalah sebuah film, adegan yang paling
banyak di dominasi oleh Boti-Karel. Aditya dan tokoh lain hanya figuran yang
ditampilkan untuk menciptakan konflik. Cerita benar-benar berpusat pada
Boti-Karel. Hanya mereka berdua. Jadi jangan kaget kalau novel setebal 310
halaman ini lebih di dominasi oleh Boti-Karel.
Intinya aku merekomendasikan novel ini untuk memahami arti
cinta dewasa yang sesungguhnya. Tapi misalnya gak suka dengan gaya tulisan yang
terlalu sastra jadul, jauh-jauh dech, takutnya pada gak suka dan langsung
nge-jugde novel ini gak keren. Padahal menurut aku novel ini bisa di masukan
dalam daftar bacaan.
Oke sekian dulu reviewnya ...
Sampai jumpa di review selanjutnya ^^
Mbak kalau boleh tahu, mbak beli buku sendiri terus mbak baca n tulis reviewnya di sini semua gitu ya? Bener-bener keren mbak, berdedikasi untuk mereview semua buku2 yang mbak beli. Bisa dibuat referensi nih kalau ingin beli buku. :)
BalasHapusHai Jefry ^^
HapusSebagian buku memang punya aku sendiri, tapi ada sebagian juga pinjam dari perpustakaan wilayah.
Allhamdullah kalau seandainya review di blog ini bisa bermanfaat untuk orang lain.
Dan terima kasih sudah mampir di RING DING DONG ^^
Mbak tanya dong, kalo misal novel ini diteliti kira2 novel judul lain yg sesuai untuk dijadikan novel pembandingnya apa ya mbak? Tolong sarannya ya mbak
BalasHapus