Kamis, 01 Oktober 2015

[Review Buku] Kekasih Terbaik by Dwitasari

Judul: Kekasih Terbaik
Oleh Dwitasari
Penerbit Loveable
Penyunting by Andri Agus Fabianto (@Andri_NaStar)
Desain Sampul by Deff Lesmawan
Cetakan ke-2; 2015; 260 hlm
Rate 3 of 5

Zera, wanita penyuka puisi dan sastra, mencintai seorang pria dari masa kecilnya. Pria yang selalu ia impikan menjadi kekasih terbaik. Yoga nama pria itu. Berawajah blasteran Cina dengan mata sipit dan kulit putih. Sayang, rasa cinta dan sayang Zera dianggap Yoga sebagai status kakak adik saja. Yoga lebih memilih Tasya, wanita cantik yang merupakan finalis Abang-None Jakarta.
Awalnya, Tasya menjadikan Yoga sebagai pelarian, namun akhirnya ia benar-benar mencintai Yoga. Dan itulah yang menjadikannya posesif atas hubungan cintanya dengan Yoga. Melihat hal itu, hati Zera berkecamuk. Ingin segera memutuskan hubungan mereka berdua. Apalagi setelah Yoga menceritakan bahwa ia sudah tidak nyaman lagi dengan Tasya.
Di tengah ras cemburunya yang besar, Zera yang pernah meminta bantuan kepada Donilelaki yang pernah menyatakan cintanyaharus datang kepembukaan pameran galeri lukisan Doni di Little Picasso. Pada acara galeri tersebut, Doni menyatakan cintanya untuk kedua kali. Dan ternyata, pameran lukisan itu dipersembahkan khusus untuk Zera. Dan Zera tidak memberikan jawaban apa pun.
Karena sesuatu hal, Zera pun berteman baik dengan Tasya. Selepas pemilihan Abang-None Jakarta, mereka mengalami kecelakaan mobil. Zera harus rela kehilangan ingatan dan Tasya harus rela lumpuh.
Lalu siapa yang menjadi kekasih terbaik Zera dan Tasya?
Siapa yang dipilih Yoga untuk mendampingi hidupnya?
Apakah Zera menerima Doni sebagai kekasih terbaiknya?

Langsung ke review tanpa perlu sinopsis, karena cover belakang sudah cukup menggambarkan keseluruhan isi cerita dalam novel ini.

Yang aku sukai dari buku ini adalah diksinya yang bagus dan sederhana. Tanpa perlu menggunakan bahasa yang rumit tapi bisa membawa pembaca ke dalam cerita. Aku suka bagaimana Zera di gambarkan dengan apik oleh penulis.  Dan karakter Zera juga unik, apalagi kebiasaan dia merekam suaranya lalu ia dengarkan lagi. Menurut aku itu cute banget hehe

Sebernarnya gak niat sih ranting 3 dari 5, Cuma ada beberapa hal yang teledor sekali dalam buku ini. Bahkan aku kurang menikmati ending buku ini, yang menurut aku lebih cocok dijadikan konflik utama  dalam novel ini.
Delia menatap Doni setelah meneguk sodanya. hal 157
Sepintas gak ada yang aneh kan dengan kalimat tersebut? Tapi bagi aku aneh .... karena bagian adegan itu, Delia sebenarnya sedang bersama Yoga di beranda. Lalu kenapa nama Doni yang ditulis? PARAHNYA .... ini terus berulang sampai 4-5 kali untuk adegan lain bersama tokoh yang lain.  Aku gak tandai lagi karena udah malas x__x


Pertama kali aku baca buku ini, aku menduga bahwa tokoh utama adalah Zera dan Yoga yang merupakan sahabat sejak kecil. Cerita mengalir seperti cerita pada umumnya dengan ide cerita yang udah biasa. TAPI .... di tengah-tengah cerita, Tasya tanpa di undang dan tanpa aba-aba sudah menjadi tokoh utama dalam buku ini, yang awalnya sebagai pacar Yoga dan Tasya ini tidak terlalu disorot kehadirannya, bahkan penulis membawa Tasya hingga hampir habis buku ini, dan dia termasuk kedalam ending.

Sebaliknya dengan tokoh  Yoga dan Doni yang sudah ada di awal cerita, malah mereka terkesan tokoh pembantu dalam cerita ini. Kehadiran mereka kurang disorot, dan karakter mereka gak jelas. Sepertinya penulis hanya fokus pada karakter Zera yang malah di buat terlalu instens disini.

Sudut pandang. LAGI DAN LAGI .... Penulis sepertinya bimbang saat menggunakan sudut pandang. Kadang penulis memakai sudut pandang Zera, kadang sudut padang orang ketiga. Sebenarnya bukan itu masalahnya, tapi dalam satu bab itu, penulis bisa berganti-ganti sudut pandang tanpa ada jeda sama sekali. Kadang suka bingung, ini kok tiba-tiba udah pakai sudut pandang orang ketiga.

Kelemahan satu lagi, penulis TERLALU fokus pada perasaan hati Zera (karena menggunakan sudut pandang Zera) sehingga setengah buku ini bercerita tentang kesedihan Zera, hobi Zera dan Zera yang tenggelam dalam sakit hatinya. Rasanya jadi sedikit membosankan, aku bertanya-tanya dimana klimkas dari konflik dari novel ini.

Hampir saja aku melupakan ending.

Agak kecewa di bagian endingnya. Karena penulis terkesan buru-buru ingin menamatkan novel ini dengan menciptakan adegan-adegan tambahan yang rasanya gak perlu. Malah membuat ending ini menjadi gak wow, gak bikin terpukau.

Akhirnya dengan berat hati, ranting 3 aku berikan. Karena aku menyukai cara penulis menyampaikan isi cerita terlepas dari beberapa kelemahan yang telah aku sebutkan.
Penyesalan adalah cara menyadari bahwa kau pernah melakukan kesalahan. Dan sebaik-baiknya kesalahan adalah yang mengajarimu cara menuju kebenaran. Kau mengerti, Zera? hal 5

G+

3 komentar:

  1. Sayang sekali ya, jika penulis kurang berhati2 meramu tulisannya. Yang awalnya bagus jadi membuat bosan karena terlalu fokus di hal2 salah atau tidak konsisten.

    BalasHapus
  2. Hmmm.. niatnya mau baca buku yang ini, tapi..

    BalasHapus
  3. Aku baru pertama baca buku karya Dwitasari. Ceritanya emang kebanyakan tentang patah hati. Dan tokoh Tasya serta Yoga, aku rasa familiar dengan dua karakter ini

    BalasHapus

Berikan komentarmu disini

 
;