Judul: Kekasih
Terbaik
Oleh Dwitasari
Penerbit Loveable
Penyunting by Andri
Agus Fabianto (@Andri_NaStar)
Desain Sampul by Deff
Lesmawan
Cetakan ke-2; 2015;
260 hlm
Rate 3 of 5
Zera, wanita penyuka puisi dan
sastra, mencintai seorang pria dari masa kecilnya. Pria yang selalu ia impikan
menjadi kekasih terbaik. Yoga nama pria itu. Berawajah blasteran Cina dengan
mata sipit dan kulit putih. Sayang, rasa cinta dan sayang Zera dianggap Yoga
sebagai status kakak adik saja. Yoga lebih memilih Tasya, wanita cantik yang
merupakan finalis Abang-None Jakarta.
Awalnya, Tasya menjadikan Yoga
sebagai pelarian, namun akhirnya ia benar-benar mencintai Yoga. Dan itulah yang
menjadikannya posesif atas hubungan cintanya dengan Yoga. Melihat hal itu, hati
Zera berkecamuk. Ingin segera memutuskan hubungan mereka berdua. Apalagi
setelah Yoga menceritakan bahwa ia sudah tidak nyaman lagi dengan Tasya.
Di tengah ras cemburunya yang besar,
Zera yang pernah meminta bantuan kepada Doni─lelaki yang pernah menyatakan cintanya─harus datang kepembukaan
pameran galeri lukisan Doni di Little Picasso. Pada acara galeri tersebut, Doni
menyatakan cintanya untuk kedua kali. Dan ternyata, pameran lukisan itu
dipersembahkan khusus untuk Zera. Dan Zera tidak memberikan jawaban apa pun.
Karena sesuatu hal, Zera pun
berteman baik dengan Tasya. Selepas pemilihan Abang-None Jakarta, mereka
mengalami kecelakaan mobil. Zera harus rela kehilangan ingatan dan Tasya harus
rela lumpuh.
Lalu siapa yang menjadi kekasih
terbaik Zera dan Tasya?
Siapa yang dipilih Yoga untuk
mendampingi hidupnya?
Apakah Zera menerima Doni sebagai
kekasih terbaiknya?
Langsung ke review tanpa perlu
sinopsis, karena cover belakang sudah cukup menggambarkan keseluruhan isi
cerita dalam novel ini.
Yang aku sukai dari buku ini
adalah diksinya yang bagus dan sederhana. Tanpa perlu menggunakan bahasa yang
rumit tapi bisa membawa pembaca ke dalam cerita. Aku suka bagaimana Zera di
gambarkan dengan apik oleh penulis. Dan karakter
Zera juga unik, apalagi kebiasaan dia merekam suaranya lalu ia dengarkan lagi.
Menurut aku itu cute banget hehe
Sebernarnya gak niat sih ranting
3 dari 5, Cuma ada beberapa hal yang teledor sekali dalam buku ini. Bahkan aku
kurang menikmati ending buku ini,
yang menurut aku lebih cocok dijadikan konflik utama dalam novel ini.
Delia menatap Doni setelah meneguk
sodanya. – hal 157
Sepintas gak ada yang aneh kan
dengan kalimat tersebut? Tapi bagi aku aneh .... karena bagian adegan itu,
Delia sebenarnya sedang bersama Yoga di beranda. Lalu kenapa nama Doni yang
ditulis? PARAHNYA .... ini terus berulang sampai 4-5 kali untuk adegan lain
bersama tokoh yang lain. Aku gak tandai
lagi karena udah malas x__x
Pertama kali aku baca buku ini, aku
menduga bahwa tokoh utama adalah Zera dan Yoga yang merupakan sahabat sejak
kecil. Cerita mengalir seperti cerita pada umumnya dengan ide cerita yang udah
biasa. TAPI .... di tengah-tengah cerita, Tasya tanpa di undang dan tanpa
aba-aba sudah menjadi tokoh utama dalam buku ini, yang awalnya sebagai pacar
Yoga dan Tasya ini tidak terlalu disorot kehadirannya, bahkan penulis membawa
Tasya hingga hampir habis buku ini, dan dia termasuk kedalam ending.
Sebaliknya dengan tokoh Yoga dan Doni yang sudah ada di awal cerita,
malah mereka terkesan tokoh pembantu dalam cerita ini. Kehadiran mereka kurang
disorot, dan karakter mereka gak jelas. Sepertinya penulis hanya fokus pada
karakter Zera yang malah di buat terlalu instens disini.
Sudut pandang. LAGI DAN LAGI ....
Penulis sepertinya bimbang saat menggunakan sudut pandang. Kadang penulis
memakai sudut pandang Zera, kadang sudut padang orang ketiga. Sebenarnya bukan
itu masalahnya, tapi dalam satu bab itu, penulis bisa berganti-ganti sudut
pandang tanpa ada jeda sama sekali. Kadang suka bingung, ini kok tiba-tiba udah
pakai sudut pandang orang ketiga.
Kelemahan satu lagi, penulis
TERLALU fokus pada perasaan hati Zera (karena menggunakan sudut pandang Zera)
sehingga setengah buku ini bercerita tentang kesedihan Zera, hobi Zera dan Zera
yang tenggelam dalam sakit hatinya. Rasanya jadi sedikit membosankan, aku
bertanya-tanya dimana klimkas dari konflik dari novel ini.
Hampir saja aku melupakan ending.
Agak kecewa di bagian endingnya.
Karena penulis terkesan buru-buru ingin menamatkan novel ini dengan menciptakan
adegan-adegan tambahan yang rasanya gak perlu. Malah membuat ending ini menjadi
gak wow, gak bikin terpukau.
Akhirnya dengan berat hati,
ranting 3 aku berikan. Karena aku menyukai cara penulis menyampaikan isi cerita
terlepas dari beberapa kelemahan yang telah aku sebutkan.
Penyesalan adalah cara menyadari
bahwa kau pernah melakukan kesalahan. Dan sebaik-baiknya kesalahan adalah yang
mengajarimu cara menuju kebenaran. Kau mengerti, Zera? – hal 5
Sayang sekali ya, jika penulis kurang berhati2 meramu tulisannya. Yang awalnya bagus jadi membuat bosan karena terlalu fokus di hal2 salah atau tidak konsisten.
BalasHapusHmmm.. niatnya mau baca buku yang ini, tapi..
BalasHapusAku baru pertama baca buku karya Dwitasari. Ceritanya emang kebanyakan tentang patah hati. Dan tokoh Tasya serta Yoga, aku rasa familiar dengan dua karakter ini
BalasHapus