Senin, 07 September 2015

[Review Buku] Fear Street: Jalan Buntu by R.L. Stine

Fear Street: Dead End
by R.L.Stine
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Alih Bahasa by Sutanty
Jakarta 1998; 176 hlm
Rate 5 of 5


MUSIBAH BIASA TERJADI...
Natalie dan teman-temannya tak bisa melupakan kecelakaan mengerikan di jalan buntu itu. Seorang wanita tewas, dan merekalah yang bertanggung jawab. Mereka terlah bersumpah untuk merahasiakan peristiwa itu....sampai kemudian salah satu dari mereka tidak tahan lagi dan hendak melapor ke polisi....namun tak sempat, karena ia dibunuh.
Anak-anak itu semakin panik dan mulai saling mencurigai, apalagi ketika satu teman lagi tewas dibunuh. Natalie akhirnya memutuskan untuk membuat pengakuan, tapi kenyataan yang diketahuinya dari polisi ternyata mengagetkan.

Natalie, Randee, Todd, Carlo dan Gillian di undang ke pesta oleh teman sekolah mereka. Awalnya hanya pesta kecil yang penuh pizza dan minuman bersoda, sampai akhirnya suasana pesta menjadi tidak terkendali dengan hadirnya anak laki-laki dari sekolah lain sambil membawa bir. Mereka mabuk-mabukan di garasi, salah satu di antara laki-laki itu adalah Keith, pacar Natalie. Melihat tidak terkendalinya pesta tersebut, Natalie dan kawan-kawannya memutuskan pulang menggunakan mobil Randee. Untuk alasan tertentu Natalie menolak pulang dengan Keith yang sedang mabuk berat.
Sepuluh menit kemudian, rasanya aku bersedia memberikan apa pun asalkan tidak berada di dalam mobil Randee. Hal 23
Aku hanya bisa melihat tanda bertuliskan: JALAN BUNTU. Hal 28
Randee menyusuri jalanan berkabut dengan kecepatan yang lumayan tinggi, hingga akhirnya Natalie mengingatkan untuk berhati-hati dan Randee menurunkan kecepatan mobilnya. Jalan licin karena hujan turun, belum lagi kabut yang tebal mengaburkan pandangan Randee. Tanpa sadar ban mobil Randee slip dan salah belok. DI balik kabut, seolah-olah benda itu muncul begitu saja, ada sebuah mobil terpakir di tepi jalan, dan Randee menabrak mobil tersebut. Natalie berkeras supaya mereka turun dan melihat keadaaan, tapi Randee yang tidak mendapat izin pergi kepesta, Todd yang ayahnya baru mendapat pekerjaan, Carlo yang ayahnya terbujur sakit di rumah sakit menjadi alasan untuk mereka menghindari masalah tersebut. Malam itu mereka kabur dengan meninggalkan seseorang yang ada di dalam mobil yang telah mereka tabrak.
Satu kali telepon bisa mengakhiri semua itu. Satu telepon dari seorang polisi yang berkata, “Kami tahu kaulah pelakunya. Kami tahu kau ada di dalam mobil yang melarikan diri setelah menewaskan saudara perempuan Walikota.” Hal 43
Sial bagi Natalie dan kawan-kawan, orang yang mereka tabrak adalah saudara perempuan Walikota dan polisi berusaha sekuat tenaga untuk memecahkan kasus tersebut. Natalie dan kawan-kawan hidup dalam ketakutan, setiap saat yang terbayang hanyalah peristiwa mengerikan tersebut. Sampai akhirnya Carlo, sosok laki-laki pendiam, tidak mampu menjaga rahasia itu lagi. dan bertekad akan ke kantor polisi untuk menceritakan semuanya.
“Kalau kau mengkhianati kita, kau yang akan mati berikutnya,” bisik Todd. “Kau yang mati berikutnya, Carlo.” Hal 49
Untuk mengatasi ketegangan yang selama ini mengusik mereka, Carlo mengajak mereka berburu di pondok pamannya. Semua menyetujui dan berharap rencana ini akan membuat mereka santai sejenak. Tapi betapa terkejutnya Natalie ketika menemukan mayat Carlo dengan kepala hancur lebur. Polisi menetapkan sebagai kecelakaan akibat tersandung hingga senapan yang dibawa meledak. Tapi benarkah kecelakaan? Lalu bagaimana ancaman Todd yang dia ucapkan hari sebelum kematian Carlo ....
“Aku bukan satu-satunya yang membawa senapan di hutan kemarin pagi.” Hal 109
Natalie menjatuhkan kecurigaan pada Todd. Tapi sepertinya Gillian mengetahui sesuatu hal yang membuatnya tidak ikut menyalahkan Todd. Dan seperti Carlo, Gillian akan mengaku kepada polisi semua yang telah terjadi. dan keesokannya Gillian ditemukan tewas jatuh dari tangga dengan kepala terputar.

Benarkah semua hanya kecelakaan?

Kematian dua orang temannya membuat Natalie tidak percaya lagi kepada Randee dan Todd yang notabene-nya adalah sahabat dari kecil Natalie.

Natalie tidak percaya siapapun lagi.

Dan ia harus melapor pada polisi.

Harus...
***

Thriller remaja yang bikin terguncang sekaligus membolak-balikan emosi pembaca. Aku masih gak percaya gimana penulis menciptakan karakter remaja yang berbeda-beda dalam satu cerita, dan kelima karakter tersebut memiliki porsi dan kepentingan yang seimbang di dalam novel tersebut, kecuali Natalie yang memiliki peran sedikit lebih besar, karena sudut pandang menggunakan sudut pandnag Natalie sebagai “Aku”.

Aku juga suka sekali bagaimana penulis membolak-balikan perasaan aku ketika menebak-nebak siapa pelaku pembunuhan tersebut. Penulis membawa kita mencurigai Todd yang memang secara fisik lebih besar, kuat, emosi meledak-ledak dan paling penting , ia takut sekali pada ayahnya. Tapi walaupun akhirnya memang mengejutkan, kemungkinan Todd adalah pelakunya tetap harus di perhitungkan. Tapi aku gak pernah menyangka bahwa pelakunya adalah orang yang selama ini mereka percayai. Dan alasannya adalah karena dialah pembunuh wanita di dalam mobil itu.

Emosi setiap tokoh pun sangat sempurna. Emosi para remaja belasan tahun yang terlibat tabrak lari dengan korban meninggal. Rasa takut yang menghantui di jelaskan baik sekali oleh Natalie, dan teman-teman Natalie pun di gambarkan dengan cukup bagus. Kelemahan karena memakai satu sudut pandang, hanya Natalie yang dapat kita rasakan. Tapi aku rasa itu sudah cukup, emosi dan ketakutan Natalie sudah menggambarkan emosi para tokoh lainnya.

Pelajaran yang dapat kita ambil dari novel ini adalah:
1.      Belajar bertanggung jawab. Sikap Natalie dan kawan-kawannya yang lari begitu ada masalah hanya memperburuk keadaan. Bahkan yang lebih buruknya lagi adalah kematian tragis dua orang temannya.
2.      Ceritakan masalah terhadap orang yang lebih tua. Memang ada beberapa hal yang ingin kita simpan sendiri, tapi ketika ada masalah yang tidak bisa kita pikul, lebih baik ceritakan. Atau lebih mudah, mengakulah kalau kita telah berbuat kesalahan.
“Sekarang aku mesti membereskan masalah terakhir,” katanya pelan. “Kau.” Hal 171  

G+

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu disini

 
;