Joker
by Valiant Budi Yogi
Penerbit GagasMedia
Editor by Windy
Ariestanty
Cetakan pertama;
2007; 216 Hlm
Desain cover by
Hendaryanto
Rate 5 of 5
Ketika yang kamu
kejar ternyata bukan yang kamu inginkan─semua
yang klise ternyata tidak biasa─atau
batu justru berada di balik udang.
Mungkin kamu baru
saja bertemu dengan seorang JOKER.
HATI-HATI
Gak semua yang
tampak seperti yang terlihat
Gak semua yang
bunyi seperti yang terdengar
JOKER. Ada lelucon
di setiap duka
Brama seorang pemuda biasa dengan
masalah hidup yang biasa. Ia berasal dari Jakarta dan menempuh perjalanan satu
setengah jam hingga memilih kuliah dan bekerja di Bandung hanya demi seorang
wanita bernama Mauri. Gadis cantik penyuka warna ungu, paling sempurna di mata
Brama. Ia merupakan tipikal laki-laki yang berusaha mengejar wanita idamannya
tapi dengan cara yang biasa saja. Tidak ingin terlalu terlihat mengemis cinta
pada sang gadis. Sampai-sampai ia pun ikut melamar kerja menjadi penyiar di
radio White Wheel.
Singkat cerita Brama diterima,
dan kisah hidupnya yang sederhana dan menarik pun bergulir seiring dengan
perjalanan waktu.
Brama berteman baik dengan gadis
bernama Alia. Gadis yang selalu memikirkan seks saat melihat laki-laki manapun.
Ia seperti tidak cukup hanya dengan melakukan sekali saja, berkali-kali dan
hampir semua laki-laki yang ia kenal pasti pernah tidur dengannya. Brama
mengecapnya sebagai “pelacur”.
Alia tidak peduli dengan apapun
ucapan Brama. Yang penting ia merasa bahagia ketika nafsunya terpenuhi.
Pertemanan mereka unik. Alia
selalu mencela Brama yang mengharapkan Mauri, sedangkan Brama juga selalu
mencibir bahkan mengejek sifat Alia yang haus akan seks. Tapi mereka selalu ada
satu sama lain, saling mendengarkan saat mereka butuh seseorang untuk
bercerita.
Sampai suatu hari Brama
mengatakan pada Alia bahwa ia ingin Alia pergi dari hidupnya. Alia menyanggupi,
dengan syarat bila Brama berhasil mendapatkan cinta mauri dengan
kesungguhannya, maka Alia akan pergi selamanya dari Alia. Tapi bila gagal,
Brama harus menerima kalau Alia akan terus bersamanya.
Brama merasa kesepian ketika Alia
pergi, tapi Alia pun sedih ketika meninggalkan Brama. Hubungan mereka yang aneh
secara tidak sengaja telah menimbulkan ikatan di antara mereka berdua. Hingga
salah satu dari mereka menemui ajal terlebih dahulu.
Penyesalan hanya tinggal
penyesalan.
Dan saat itu juga, Mauri
menyadari bahwa ia mencintai Brama.
***
Ekspektasi yang terlalu tinggi, biasanya Cuma akan bikin kita kecewa dengan kenyataan hidup – Hal 136
Aku bingung kenapa bisa ngasih
rate 5 of 5 untuk novel ini. Alasan pertama karena novel ini punya ending yang
malah nagih jawaban ke penulisnya. Kedua, asal usul kenapa “itu” bisa terjadi
pada Brama gak di jelasin. Ketiga bagaimana nasib Mauri selanjutnya, apa ia bisa
menerima atau gak.
See?
Begitu banyak pertanyaan yang
seharusnya─pada
cerita-cerita novel umumnya─
selalu ada penjelasan ketika mendekati ending. Tapi ini sama sekali gak ada.
Penulis Cuma memberikan kejutan yang benar-benar bikin terkejut. Gilaaa, aku
sampai histeris bacanya pas tahu kenyataan sebenarnya. Luar biasa keren buat
penulis.
Awalnya aku udah curiga kenapa
cerita ini hanya seputar kehidupan Alia dan Brama, padahal kan Brama yang
niatnya pengen ngejar-ngejar Mauri malah gak ada momentnya. Cuma beberapa
adegan dan dialog antara Brama dan Mauri, tanpa romantisme atau tanpa gombalan
bahkan acara tembak-tembakan. Dan aku paham setelah endingnya terkuak.
Untuk alur cerita, maju dan
mundur. Hanya berkisah tentang kehidupan Brama selama di radio, gimana
perasaannya ketika melihat Mauri bersama cowok lain, pengalaman-pengalaman
Brama saat melakukan ritual pribadinya, pengalaman usus buntu yang di kaitkan
dengan traumanya terhadap minuman vitamin C. Percaya gak percaya, penulisnya
membuat kisah gak penting Brama itu menjadi unik, ceria, penuh dengan
pembelajaran hidup dan kocak. Percaya gak, hanya dengan membaca adegan Brama
dengan kecoak terbang aja udah bisa bikin terkekeh-kekeh, dan peristiwa itu
bikin dia akrab dengan salah satu tamu radionya yang di beri nama Kecoa
Terbang. Semua tentang Brama gak masuk akal, tapi entah kenapa aku semua hal
tentang Brama.
“Hujan itu seperti isyarat alam bahwa dia mengerti akan kesedihan gue. Ada simpati di setiap bulir airnya. Gue jadi ngerasa gak sendirian. Rasain deh nikmatnya menangis di bawah hujan, rasanya kayak nangis bareng alam. Dan itu bikin gue bahagia....” – Hal 70
Lalu ada kisah petualangan seks
Alia dengan beberapa cowok. Ada yang rutin sampai hanya persinggasahan aja. Dan
paling sering disebut disini adalah Dimas, pemilik kos-kosan tempat Alia
tinggal sekaligus sebagai pelarian Alia. Kisah Alia ini bikin tersentuh,
penulis memang gak menceritakan alasan petualangan seks Alia, tapi dari curhat
dan segala aksinya membuat aku menebak bahwa ia membutuhkan cinta sejati. Ending
yang melibatkan dia pun rasanya kok tersentuh banget, aku paling suka pas dia
berlari menghampiri Dimas dan menyuruhnya membawanya lari.
Untuk tokoh dan karakter, penulis
mampu membuat Alia dan Brama benar-benar hidup dalam imajinasi. Aku bisa
ngebayangin setiap aksi mereka yang kadang-kadang gak masuk akal dan kocak.
Percakapan-percakapan mereka yang penuh arti membuat aku meng-iya-kan ucapan
mereka. Meski banyak karakter yang bertebaran dalam buku ini, tapi mereka semua
berada dalam porsi yang pas. Meskipun mereka adalah orang-orang penting yang
terus bersama Brama dan Alia.
Pembelajaran dari novel ini
kurang bisa aku tangkap. Cuma banyak sekali kutipan-kutipan yang ngena banget
di hati bisa menyadarkan bahwa kenyataan hidup yah memang seperti itu. Bukan
kehidupan dongeng penuh tawa dan berakhir happy ending layaknya tuan putri dan
pangeran. Pengen sih nulis semua kutipan yang aku suka, tapi bakalan penuh
postingan ini kalau isinya kutipan novel ini. Karena hampir semua yang ada di
dalam novel ini memang kenyataan hidup. Penulisnya berhasil membuatnya dari
sudut pandang yang lain, dan berhasil menghibur.
Dan rate 5 gak rugi aku sematkan buat
novel ini. Wajib baca buat para penikmat hidup. Tapi ada warningnya sih, agak
dewasa di beberapa bagian. Mungkin 18+
adalah target pembaca yang pas untuk buku ini.
“Cinta itu seperti rasa lapar. Lo bakal milih makanan yang tepat sesuai selera buat bikin kenyang. Nafsu adalah selera itu sendiri. Dan kadang kalau kita lagi ngeliat makanan yang sesuai selera, kita gak butuh rasa lapar lagi.” – Hal 14
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan komentarmu disini