Kamis, 13 Agustus 2015

[Review Buku] Joker by Valiant Budi Yogi



Joker
by Valiant Budi Yogi
Penerbit GagasMedia
Editor by Windy Ariestanty
Cetakan pertama; 2007; 216 Hlm
Desain cover by Hendaryanto
Rate 5 of 5


Ketika yang kamu kejar ternyata bukan yang kamu inginkansemua yang klise ternyata tidak biasaatau batu justru berada di balik udang.
Mungkin kamu baru saja bertemu dengan seorang JOKER.
HATI-HATI
Gak semua yang tampak seperti yang terlihat
Gak semua yang bunyi seperti yang terdengar
JOKER. Ada lelucon di setiap duka


Brama seorang pemuda biasa dengan masalah hidup yang biasa. Ia berasal dari Jakarta dan menempuh perjalanan satu setengah jam hingga memilih kuliah dan bekerja di Bandung hanya demi seorang wanita bernama Mauri. Gadis cantik penyuka warna ungu, paling sempurna di mata Brama. Ia merupakan tipikal laki-laki yang berusaha mengejar wanita idamannya tapi dengan cara yang biasa saja. Tidak ingin terlalu terlihat mengemis cinta pada sang gadis. Sampai-sampai ia pun ikut melamar kerja menjadi penyiar di radio White Wheel.

Singkat cerita Brama diterima, dan kisah hidupnya yang sederhana dan menarik pun bergulir seiring dengan perjalanan waktu.

Brama berteman baik dengan gadis bernama Alia. Gadis yang selalu memikirkan seks saat melihat laki-laki manapun. Ia seperti tidak cukup hanya dengan melakukan sekali saja, berkali-kali dan hampir semua laki-laki yang ia kenal pasti pernah tidur dengannya. Brama mengecapnya sebagai “pelacur”.

Alia tidak peduli dengan apapun ucapan Brama. Yang penting ia merasa bahagia ketika nafsunya terpenuhi.


Pertemanan mereka unik. Alia selalu mencela Brama yang mengharapkan Mauri, sedangkan Brama juga selalu mencibir bahkan mengejek sifat Alia yang haus akan seks. Tapi mereka selalu ada satu sama lain, saling mendengarkan saat mereka butuh seseorang untuk bercerita.

Sampai suatu hari Brama mengatakan pada Alia bahwa ia ingin Alia pergi dari hidupnya. Alia menyanggupi, dengan syarat bila Brama berhasil mendapatkan cinta mauri dengan kesungguhannya, maka Alia akan pergi selamanya dari Alia. Tapi bila gagal, Brama harus menerima kalau Alia akan terus bersamanya.

Brama merasa kesepian ketika Alia pergi, tapi Alia pun sedih ketika meninggalkan Brama. Hubungan mereka yang aneh secara tidak sengaja telah menimbulkan ikatan di antara mereka berdua. Hingga salah satu dari mereka menemui ajal terlebih dahulu.

Penyesalan hanya tinggal penyesalan.

Dan saat itu juga, Mauri menyadari bahwa ia mencintai Brama.

***


Ekspektasi yang terlalu tinggi, biasanya Cuma akan bikin kita kecewa dengan kenyataan hidup – Hal 136


Aku bingung kenapa bisa ngasih rate 5 of 5 untuk novel ini. Alasan pertama karena novel ini punya ending yang malah nagih jawaban ke penulisnya. Kedua, asal usul kenapa “itu” bisa terjadi pada Brama gak di jelasin. Ketiga bagaimana nasib Mauri selanjutnya, apa ia bisa menerima atau gak.

See?

Begitu banyak pertanyaan yang seharusnyapada cerita-cerita novel umumnya selalu ada penjelasan ketika mendekati ending. Tapi ini sama sekali gak ada. Penulis Cuma memberikan kejutan yang benar-benar bikin terkejut. Gilaaa, aku sampai histeris bacanya pas tahu kenyataan sebenarnya. Luar biasa keren buat penulis.

Awalnya aku udah curiga kenapa cerita ini hanya seputar kehidupan Alia dan Brama, padahal kan Brama yang niatnya pengen ngejar-ngejar Mauri malah gak ada momentnya. Cuma beberapa adegan dan dialog antara Brama dan Mauri, tanpa romantisme atau tanpa gombalan bahkan acara tembak-tembakan. Dan aku paham setelah endingnya terkuak.

Untuk alur cerita, maju dan mundur. Hanya berkisah tentang kehidupan Brama selama di radio, gimana perasaannya ketika melihat Mauri bersama cowok lain, pengalaman-pengalaman Brama saat melakukan ritual pribadinya, pengalaman usus buntu yang di kaitkan dengan traumanya terhadap minuman vitamin C. Percaya gak percaya, penulisnya membuat kisah gak penting Brama itu menjadi unik, ceria, penuh dengan pembelajaran hidup dan kocak. Percaya gak, hanya dengan membaca adegan Brama dengan kecoak terbang aja udah bisa bikin terkekeh-kekeh, dan peristiwa itu bikin dia akrab dengan salah satu tamu radionya yang di beri nama Kecoa Terbang. Semua tentang Brama gak masuk akal, tapi entah kenapa aku semua hal tentang Brama.


“Hujan itu seperti isyarat alam bahwa dia mengerti akan kesedihan gue. Ada simpati di setiap bulir airnya. Gue jadi ngerasa gak sendirian. Rasain deh nikmatnya menangis di bawah hujan, rasanya kayak nangis bareng alam. Dan itu bikin gue bahagia....” Hal 70


Lalu ada kisah petualangan seks Alia dengan beberapa cowok. Ada yang rutin sampai hanya persinggasahan aja. Dan paling sering disebut disini adalah Dimas, pemilik kos-kosan tempat Alia tinggal sekaligus sebagai pelarian Alia. Kisah Alia ini bikin tersentuh, penulis memang gak menceritakan alasan petualangan seks Alia, tapi dari curhat dan segala aksinya membuat aku menebak bahwa ia membutuhkan cinta sejati. Ending yang melibatkan dia pun rasanya kok tersentuh banget, aku paling suka pas dia berlari menghampiri Dimas dan menyuruhnya membawanya lari.

Untuk tokoh dan karakter, penulis mampu membuat Alia dan Brama benar-benar hidup dalam imajinasi. Aku bisa ngebayangin setiap aksi mereka yang kadang-kadang gak masuk akal dan kocak. Percakapan-percakapan mereka yang penuh arti membuat aku meng-iya-kan ucapan mereka. Meski banyak karakter yang bertebaran dalam buku ini, tapi mereka semua berada dalam porsi yang pas. Meskipun mereka adalah orang-orang penting yang terus bersama Brama dan Alia.

Pembelajaran dari novel ini kurang bisa aku tangkap. Cuma banyak sekali kutipan-kutipan yang ngena banget di hati bisa menyadarkan bahwa kenyataan hidup yah memang seperti itu. Bukan kehidupan dongeng penuh tawa dan berakhir happy ending layaknya tuan putri dan pangeran. Pengen sih nulis semua kutipan yang aku suka, tapi bakalan penuh postingan ini kalau isinya kutipan novel ini. Karena hampir semua yang ada di dalam novel ini memang kenyataan hidup. Penulisnya berhasil membuatnya dari sudut pandang yang lain, dan berhasil menghibur.

Dan rate 5 gak rugi aku sematkan buat novel ini. Wajib baca buat para penikmat hidup. Tapi ada warningnya sih, agak dewasa di beberapa bagian. Mungkin 18+ adalah target pembaca yang pas untuk buku ini.


“Cinta itu seperti rasa lapar. Lo bakal milih makanan yang tepat sesuai selera buat bikin kenyang. Nafsu adalah selera itu sendiri. Dan kadang kalau kita lagi ngeliat makanan yang sesuai selera, kita gak butuh rasa lapar lagi.” – Hal 14

G+

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu disini

 
;