The Moon That
Embraces The Sun (1)
Copyright © 2011 by Jung Eun-gwol
Penerbit Mizan
Penerbit Mizan
Diterjemahkan oleh
Rizke Radhya Burhan
Desain Cover by Agung
Wulandana
Cetakan ke-1;
November 2012; 479 Hlm
Rate 4 or 5
Bagi Lee Hwon, Putra Mahkota Dinasti
Joseon, hanya ada satu wanita dalam hidupnya. Yeon Woo, putri bangsawan yang
anggun, menawan, yang selalu membawa harum bunga anggrek.
Namun, bagai matahari dan bulan,
Hwon dan Yeon Woo tak bisa saling merengkuh di langit yang sama. Tiba-tiba
terdengar kabar bahwa Yeon Woo meninggal karena penyakit yang mematikan, dan
Hwon pun terpaksa menyunting wanita lain untuk dijadikan Permaisuri.
Selama delapan tahun Hwon berduka,
meskipun tetap menjalankan peran sebagai Raja dengan dikawal pendekar pedang
yang setia, Woon. Hingga akhirnya, takdir menautkan Hwon dan Woon pada cinta
segitiga terhadap Wol, cenayang misterius dengan kecantikan seperti rembulan.
Anehnya, semakin Hwon dekat dengan Wol, semakin ia merindukan Yeon Woo.
Siapa cenayang itu sebenarnya?
Benarkah ia semacam titisan yang membawa arwah Yeon Woo? Ataukah, ia hanya
tukang tenung yang mencoba meretakan persahabatan Hwon dan pengawal setianya?
Lee Hwon adalah seorang Raja, bertemu
dengan sosok wanita misterius yang kecantikannya setara dengan bulan. Seperti
kecantikannya yang misterius, asal usul dan tingkahnya pun sama misterinya bagi
sang Raja, hingga ia menaruh hati pada sosok tersebut. Bukan hanya jatuh hati,
ia juga memberinya nama Wol, yang artinya adalah bulan.
Sang Raja berjanji akan menemui
Wol lagi, tapi keesokan harinya sosok wanita itu menghilang tanpa jejak sama
sekali.
Dan awal cerita ini pun kembali
ke delapan tahun lalu, sebelum Lee Hwon menjadi Raja.
Lee Hwon berusia 15 tahun saat
itu. Karena kesepian ia menjadi anak yang paling nakal seluruh istana. Ia selalu
mencari onar dan melawan guru-gurunya, tapi tidak ada yang berani menegur atau
menentangnya. Hingga akhirnya terpaksa guru-guru tersebut yang mengundurkan
diri. Sampai suatu hari Hwon bertemu dengan guru barunya yang berusia 17 tahun,
bernama Heo Yeom. Bukan hanya luar biasa tampan, tapi ia juga luar biasa pintar
serta berpengetahuan luas. Hwon yang mulanya memandang remeh, menjadi hormat
pada guru muda tersebut.
Kedetakan Hwon dan Yeom membuat
mereka bertukar cerita. Hingga suatu hari Yeom menceritakan tentang adik
perempuannya yang bernama Heo Yeon Woo. Hwon menjadi penasaran, karena bila
Yeom luar biasa tampan, pasti adiknya juga sangat cantik. Tanpa terasa Hwon dan
Yeon saling bertukar surat dan lama-kelamaan cinta dan kerinduan itu membuncah.
Tapi status mereka yang berbeda membuat mereka tidak pernah berjumpa
sedetikpun. Tapi Hwon dan Yeon yakin, bahwa suatu hari nanti cinta mereka akan
saling mendekatkan mereka satu sama lain.
Dewa menjawab keinginan mereka.
Yeon yang mendaftar kedalam pemilihan permaisuri terpilih menjadi permaisuri
yang akan mendampingi calon raja selanjutnya, yaitu Hwon sendiri. Hwon girang
bukan main. Ia sudah menyusun mimpi-mimpi indahnya bersama Yeon di istana.
Tidak ada yang bisa merubah kebahagiaan itu. Bahkan Kasim Cha, pelayan setianya
turut senang dengan kebahagian Hwon.
Tapi seperti bulan dan matahari
yang tidak bisa bertemu dalam satu langit, Yeon di kabarkan meninggal di
tengah-tengan pelantikannya menjadi permaisuri. Tidak ada yang lebih terpukul
daripada Hwon. Lebih menyedihkannya lagi, ia tidak diperbolehkan melihat wajah
Yeon dalam peti mati. Hingga sampai kapanpun ia tidak pernah sekalipun melihat
sosok wanita yang ia cinta. Tidak ada yang bisa menggantikan Yeon di hatinya,
hingga delapan tahun kemudian pun perasaannya tetap sama kepada Yeon. Dan
delapan tahun pula ia tidak pernah menyentuh permaisuri pilihan Ibu Suri.
Tapi semua berubah.
Ketika Wol yang belakangan ini
memenuhi pikiran Hwon muncul di kamarnya sebagai Cenayang Penyerap Bencana. Dan
semakin Hwon mengenal Wol, ia semakin teringat kepada Yeon. Terutama wangi
anggrek yang selalu menguar dari tubuh Wol, wangi yang sama dalam surat-surat
Yeon yang disimpan oleh Hwon.
Di tengah kedekatan Hwon dan Wol,
terkuak kebenaran tentang kematian Yeon. Ia curiga bahwa kematian Yeon adalah
pembunuhan. Usaha demi usaha untuk menyelidikinya mengalami hambatan. Mulai
dari catatan-catatan delapan tahun lalu menghilang secara misterius dan kepala
kasim Raja terdahulu ditemukan gantung diri membuat dugaan Hwon bahwa ada
dalang di balik kematian Yeon.
Seakan masalah belum kunjung selesai
...
Kim Jae Woon, pengawal setia Hwon
sekaligus teman dekatnya menaruh hati pada Wol. Ia mengalami dilema yang berat
antara perasaannya sebagai pria kepada Wol sekaligus sebagai sahabat Sang Raja.
Wol pun yang bersikap misterius
selalu saja menghindar pertanyaan dari Raja. Ia tetap kukuh dengan pernyataan
bahwa ia bukanlah siapa-siapa, hanya Cenanyang yang di tugaskan untuk
menyembuhkan Raja dari penyakit.
Tapi benarkah itu?
***
Huh!
Bukan ceritanya aja yang penuh
dilema. Pas baca novel ini pun bikin dilema akut. Bayangin aja, aku membutuhkan
seminggu menyelesaikan bacaan ini. Saat-saat bosan aku selingi dengan membaca
novel lain, yang anehnya lebih duluan aku selesaikan daripada novel ini. Yang
bikin dilema saat baca novel itu ada pada diri aku sendiri yang ingin terus
melajutkan membaca novel ini atau menghentikan novel ini.
Kok bisa?
Di satu sisi, cerita novel ini
menarik. Aku suka sekali penulisnya menceritakan kisah cinta antara dua anak
manusia yang tidak pernah bertemu tapi rasa cinta mereka abadi sampai sang
gadis lebih duluan meninggalkannya. Dan bagaimana kisah ini terkuak bahwa ada
persekongkolan di antara para orang-orang di istana terhadap kematian Yeon yang
penuh misteri dan bagaimana kesetian Jae Woon di uji. Semua inti cerita ini
bikin aku susah berhenti buat membacanya. Membaca konflik yang diciptakan
penulis serasa sedang membawa kita membaca novel detektif. Walaupun gak mirip,
tapi ketegangannya hampir menyerupai.
Karakter Wol yang penuh misteri
disini menjadi kunci, siapakah sebenarnya dia. Di antara beberapa dialog,
mengarahkan pembaca kalau Wol addalah Yeon. Tapi Yeon sudah meninggal dan di
kubur. Lalu siapa Wol. Pertanyaan itu terus mengusik Hwon dan menjadi inti dari
cerita ini. Sepele memang kelihatannya, tapi aku suka cara penulis membuat
pembaca terus membaca novel ini. Walau aku sendiri hampir gak kuat bacanya hehe
Tapi di sisi lain. Di novel ini
terlalu banyak percakapan yang aku rasa gak perlu. Terlalu banyak basa basinya
dan banyak penjelesan yang berkaitan dengan istana. Misalnya aja penjelasan
tentang klan-klan yang ada di istana, perbedaan kelompok pelajar dan pegawai
pemerintahan, penjelasan tentang aturan-aturan kerajaan, semuanya di jabarkan
dengan detail. YANG SAYANGNYA menjadi kelemahan di mata aku. Bikin ngantuk ...
serius. Baru kali ini aku baca novel mengantuk, makanya gak kelar-kelar
bacanya. Belum lagi banyak istilah-istilah korea yang namanya hampir mirip. Itu
bikin puyeng juga, aku musti bolak-balik halaman untuk melihatnya lagi.
Dan menyedihkannya lagi,
novel pertama ini ada sambungannya ke nomor
dua yang tebalnya gak kalah dari yang pertama. Semoga kuat mata hihi ...
Alur yang digunakan maju-mundur. Karena
ada beberapa bagian yang menceritakan masa lalu sang tokoh. Mungkin itu juga
yang menjadi penyebab tebalnya buku ini, karena bukan hanya masa lalu Hwon saja
yang diceritakan tapi beberapa tokoh lain pun ikut dijabarkan.
Covernya aku suka sekali.
Sederhana tapi benar-benar pas menggambarkan isinya. Hwon yang notabene-nya
adalah Raja, dilambangkan dengan matahari. Huruf Hangul-nya di tulis dengan
tinta timbul hingga menonjol di antara warna cover itu sendiri.
Secara keseluruhan, novel ini oke
banget. Terlepas dari beberapa poin yang bikin aku hampir nyerah baca buku ini.
Serasa buku ini gak akan habis-habis walaupun tiap detik aku baca. Tapi
anehnya, aku tetap bertahan haha.
Congratz ....
Akhir kata ...
Selamat membaca
psstt .... Nantikan Review novel lanjutannya ya The Moon That Embraces the Sun (2) ya ^^
Hai mbak,
BalasHapusbukunya dijual ga?