Rabu, 29 Juli 2015

[Review Buku] Forgiven by Morra Quatro

Forgiven
Penulis by Morra Quatro
Penerbit GagasMedia
Editor by Kinanti Atmarandy
Cetakan pertama; 2010; 266 Hlm
Desain Cover by Jeffri Fernando
Rate 5 of 5


DIALAH YANG PERTAMA
Maniak fisika. Pengagum Albert Einstein. Setia kawan. Si iseng dan suka usil, kalau sisi kekanak-kanakannya sedang kumat. Karla bisa menyebutkan sederet lagi hal unik tentang Will. Betapa tidak, selama bertahun-tahun, laki-laki itu adalah sahabat terbaiknya. Dan bagi Will, dia adalah tempat berbagi rahasia dan mimpi-mimpi yang tak sembarang orang tahu. Namun, siapa sangka, ternyata itu tak cukup untuk membuatnya merasa mengenal laki-laki itu.
DIALAH SATU-SATUNYA
Tak ada yang bisa menggantikan Will. Kemana pun dia pergi, dengan siapa pun dia akrab, Will tetap yang paling spesial. Seperti bintang Polaris Utara yang selalu berada di Utara Bumi, demikianlah keberadaan Will di hati Karla. Selamanya.
DIA YANG TAK TERLUPAKAN
Kepergian Will tak ubahnya bagaikan El Nino memporakporandakan hati Karla habis-habisan. Jarak membuat rindu Karla merajalela. Dia kehilangan bagian terbaik dalam hidupnya. Tapi perasaan kehilangan itu tak seberapa dibanding rasa kaget saat mendengar berita buruk tentang Will. Karla mendengarkan suara hatinya sekali inidia tak akan membiarkan Will menghadapi semua itu seorang diri...
FORGIVEN. Sebuah kisah tentang lelaki pemuja Champagne Supernova dan perempuan yang selalu menanti bintang itu.


William Hakim dan Karla adalah sahabat dari SMA. Bersama teman-teman yang lain, Wahyu, Laut, Robby dan Alfan mereka membentuk persahabatan sejati yang tidak terpisahkan. Kemana mereka pergi selalu bersama. Apapun yang mereka lakukan juga pasti bersama.

Will memiliki mimpi untuk mendapatkan nobel fisika, suatu saat nanti. Karla dan teman-teman yang lain yakin mimpi itu pasti terwujud. Will anak yang cemerlang, meskipun hanya di mata pelajaran matematika dan fisika. Tapi Will selalu membawa mendali untuk olimpiade yang dia ikuti. Dan impian Will tinggal selangkah lagi ketika ia dipercayai untuk mengikuti Olimpiade Fisika Internasional di Brussel.

Hari-hari yang Will dan Karla lewati di masa-masa SMA sungguh menggembirakan. Mereka bersepeda bersama, berkumpul bersama dan tiduran di atas tanah berumput sambil memandang bintang pun bersama. Kendati kenyataan Karla dan Alfan pacaran, tapi tidak mengubah pertemanan mereka.

Hingga suatu hari masalah timbul satu persatu. Alfan dan Will yang berdebat, Robby yang membangkang pada perintah guru hingga wajahnya babak belur, kebutaan Will yang sangat mendadak dan rencana mereka untuk membalas dendam kepada guru tersebut terbongkar hingga membuat Karla di skor.

Awalnya Karla memahami bagaimana teman-temannya menyelesaikan masalah. Tapi ada batasan yang tidak bisa ia tembus sebagai anak cewek satu-satunya di antara kumpulan para anak laki-laki tersebut. Membuat Karla sadar bahwa ada sesuatu yang salah dengan ini semua. Kecuali Will. Karla akan tetap mempercayai Will dan menganggap Will sahabat sejati apapun yang terjadi.

Sampai suatu hari Will menghilang tanpa kabar. Karla sedih sekali, padahal ia ingin menjumpai Will sebelum ia berangkat ke singapura dan berlanjut ke Amerika untuk melanjutkan kuliah disana. Bahkan sampai di Singapura pun ia tetap sedih karena tidak ada satupun yang tahu keberadaan Will. Ia menghilang secara mendadak.

Ini belum berakhir. Justru menjadi awal cerita kehidupan dewasa Will dan Karla.


Will mencari Karla di Singapura. Berbekal alamat yang diberikan Mama Karla dan uang seadanya Will akhirnya menemukan Karla. Air mata Karla dan semua perasaannya yang berkecamuk menyadarkan dia bahwa ia mencintai Will. Entah sejak kapan cinta ini dimulai, Karla tidak tahu. Yang ia ingin sekarang adalah dia bersama Will. Tapi mereka tetap memikirkan masa depan masing-masing. Will yang ingin kuliah di MIT dan Karla yang kuliah di Boston. Membuat jarak harus memisahkan mereka sekali lagi. Karla tidak khawatir dengan perpisahan kali ini, karena ia yakin Will akan mudah ia temukan. Tidak menghilang seperti dulu.

Karla keliru.

Will memang tidak menghilang. Tapi tanpa alasan yang jelas, Will menginginkan hubungan mereka berakhir. Tanpa alasan apapun. Karla kecewa. Sangat kecewa ....

Waktu terus berlalu. Will tetap membekas di ingatan Karla, tapi ia harus terus bangkit dan tidak terpuruk. Ia menjalani hari-harinya dengan bahagia. Bertemu teman baru, dan menikmati asrama kampus yang ternyata menyenangkan. Karla juga bertemu dengan pria yang baik padanya. Dan hubungan itu berlanjut terus, hingga Karla tau dirinya hamil. Sedangkan laki-laki itu kembali kepada tunangannya.

Sampai suatu hari ia mendengar kabar dari temannya, kalau Will terlibat sesuatu yang sangat serius.

Will akan meledakan gedung dan meminta uang tebusan. Karla terkejut. Will yang diberitakan berbeda sekali dengan Will yang dulu Karla kenal.

Karla lebih terkejut ketika mengetahui, bahwa Will tidak pernah menjadi mahasiswa di MIT atau universitas manapun.

***
Cerita yang menakjubkan ....

Ketika membaca prolognya aja aku udah penasaran apa yang terjadi pada Will. Karena ia sedang berada di sebuah penjara dan Karla sedang menjeguknya. Yang bikin penasaran lagi, Will berada di penjara Amerika. Aku udah ngebayangin kesalahan apa yang dilakukan Will. Atau dia Cuma berada di tempat yang salah.

Dan cerita pun mundur sepuluh atau sebelas tahun lalu ketika mereka masih SMA.

Bukannya menemukan jawaban atas teka-teki yang disodorkan pada bagian Prolog. Aku malah makin nebak-nebak apa yang dilakukan Will hingga berakhir di penjara. Will memang seperti anak laki-laki kebanyakan, suka bermain bola, berkumpul bersama para sahabat dan cerdas dalam bidang fisika matematik. Dia spesial dengan caranya sendiri.

Sudut pandang yang di pakai penulis adalah  SP orang pertama tunggal, dimana penulis berperan sebagai “Aku” tokoh utama. Dari Karla kita mengetahui karakter Will lebih jauh. Bahkan kita lebih mengenal Will daripada Karla sendiri. Disini penulis menekankan pada Will. Untuk karakter Karla, dia seperti anak perempuan pada umumnya. Secara fisik, dia cantik dan menarik. Penulis sepertinya memang ingin membawa pembaca hanya mengenal Will dari Karla, terbukti dari karakter lain yang hanya tampil seadanya saja. Bahkan tidak ada penjelasan yang detail mengenai orang lain. FOKUS ...

Aku suka gaya tulis si penulis. Bahasa yang digunakan sederhana sekali, tapi mampu membuat pembaca menikmati setiap detik waktu yang Karla habiskan bersama teman-temannya. Kalau aku istilahkan seperti ini, aku sedang duduk bersama Karla dan mendengarkan dia cerita. Nah seperti itulah perasaan aku saat membaca buku ini. Tidak memakai diksi berlebihan untuk mendeksripsikan perasaan hati, baik senang ataupun sedih.

Sedih dan senang dalam buku ini imbang. Walaupun aku tidak suka dengan ending-nya tapi aku rasa keputusan menulis ending seperti itu tepat. Seperti suatu pembelajaran buat kita yang membacanya. Walaupun buku ini sederhana, tapi konflik yang disajikan benar-benar kompleks. Tapi jangan mengharapkan konflik WOW yang mencengangkan. Seperti aksi tembak-tembakan atau berkelahi.

Pembelajaran yang aku dapat adalah, orang secemerlang Will pun akan mengahadapi masalah ketika mencapai mimpinya. Bahkan ia sudah merasakan titik terendah dari kehidupan. Tapi ia tetap menjalaninya dengan caranya sendiri. Sayangnya caranya salah, ia pikir  ia mampu tanpa melibatkan orang lain dalam masalahnya. Sehingga kejadian tidak diinginkan pun terjadi.

Jangan biarkan masalah membuat kita menjauhi orang-orang yang kita cintai. Karena itu salah. Hanya membuat kita berpikir tidak rasional dan melakukan tindakan di luar batas kewajaran. Will adalah contoh yang bisa membuat kita berpikir ulang, sikap menjauh bukan jalan terbaik.  

‘It is, K. It’s fair. Kamu tau, Tuhan nggak menentukan nasib. Tuhan Cuma memberi orang beberapa karakteristik, seperti elektron dan proton dan neutron dalam atom. Sisanya berjalan seperti hukum alam. Semua orang punya pilihan untuk menarik garis hidup mereka masing-masing.” William Hakim (hal 248)

G+

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan komentarmu disini

 
;