Forgiven
Penulis by Morra
Quatro
Penerbit GagasMedia
Editor by Kinanti
Atmarandy
Cetakan pertama;
2010; 266 Hlm
Desain Cover by
Jeffri Fernando
Rate 5 of 5
DIALAH YANG PERTAMA
Maniak fisika. Pengagum Albert
Einstein. Setia kawan. Si iseng dan suka usil, kalau sisi kekanak-kanakannya
sedang kumat. Karla bisa menyebutkan sederet lagi hal unik tentang Will. Betapa
tidak, selama bertahun-tahun, laki-laki itu adalah sahabat terbaiknya. Dan bagi
Will, dia adalah tempat berbagi rahasia dan mimpi-mimpi yang tak sembarang
orang tahu. Namun, siapa sangka, ternyata itu tak cukup untuk membuatnya merasa
mengenal laki-laki itu.
DIALAH SATU-SATUNYA
Tak ada yang bisa menggantikan Will.
Kemana pun dia pergi, dengan siapa pun dia akrab, Will tetap yang paling
spesial. Seperti bintang Polaris Utara yang selalu berada di Utara Bumi,
demikianlah keberadaan Will di hati Karla. Selamanya.
DIA YANG TAK TERLUPAKAN
Kepergian Will tak ubahnya bagaikan
El Nino─
memporakporandakan hati Karla habis-habisan. Jarak membuat rindu Karla
merajalela. Dia kehilangan bagian terbaik dalam hidupnya. Tapi perasaan
kehilangan itu tak seberapa dibanding rasa kaget saat mendengar berita buruk
tentang Will. Karla mendengarkan suara hatinya sekali ini−dia tak akan membiarkan
Will menghadapi semua itu seorang diri...
FORGIVEN. Sebuah kisah tentang
lelaki pemuja Champagne Supernova dan perempuan yang selalu menanti bintang
itu.
William Hakim dan Karla adalah
sahabat dari SMA. Bersama teman-teman yang lain, Wahyu, Laut, Robby dan Alfan
mereka membentuk persahabatan sejati yang tidak terpisahkan. Kemana mereka
pergi selalu bersama. Apapun yang mereka lakukan juga pasti bersama.
Will memiliki mimpi untuk
mendapatkan nobel fisika, suatu saat nanti. Karla dan teman-teman yang lain yakin
mimpi itu pasti terwujud. Will anak yang cemerlang, meskipun hanya di mata
pelajaran matematika dan fisika. Tapi Will selalu membawa mendali untuk
olimpiade yang dia ikuti. Dan impian Will tinggal selangkah lagi ketika ia
dipercayai untuk mengikuti Olimpiade Fisika Internasional di Brussel.
Hari-hari yang Will dan Karla
lewati di masa-masa SMA sungguh menggembirakan. Mereka bersepeda bersama,
berkumpul bersama dan tiduran di atas tanah berumput sambil memandang bintang
pun bersama. Kendati kenyataan Karla dan Alfan pacaran, tapi tidak mengubah
pertemanan mereka.
Hingga suatu hari masalah timbul
satu persatu. Alfan dan Will yang berdebat, Robby yang membangkang pada
perintah guru hingga wajahnya babak belur, kebutaan Will yang sangat mendadak
dan rencana mereka untuk membalas dendam kepada guru tersebut terbongkar hingga
membuat Karla di skor.
Awalnya Karla memahami bagaimana
teman-temannya menyelesaikan masalah. Tapi ada batasan yang tidak bisa ia
tembus sebagai anak cewek satu-satunya di antara kumpulan para anak laki-laki
tersebut. Membuat Karla sadar bahwa ada sesuatu yang salah dengan ini semua.
Kecuali Will. Karla akan tetap mempercayai Will dan menganggap Will sahabat
sejati apapun yang terjadi.
Sampai suatu hari Will menghilang
tanpa kabar. Karla sedih sekali, padahal ia ingin menjumpai Will sebelum ia
berangkat ke singapura dan berlanjut ke Amerika untuk melanjutkan kuliah
disana. Bahkan sampai di Singapura pun ia tetap sedih karena tidak ada satupun
yang tahu keberadaan Will. Ia menghilang secara mendadak.
Ini belum berakhir. Justru
menjadi awal cerita kehidupan dewasa Will dan Karla.
Will mencari Karla di Singapura.
Berbekal alamat yang diberikan Mama Karla dan uang seadanya Will akhirnya
menemukan Karla. Air mata Karla dan semua perasaannya yang berkecamuk
menyadarkan dia bahwa ia mencintai Will. Entah sejak kapan cinta ini dimulai,
Karla tidak tahu. Yang ia ingin sekarang adalah dia bersama Will. Tapi mereka
tetap memikirkan masa depan masing-masing. Will yang ingin kuliah di MIT dan
Karla yang kuliah di Boston. Membuat jarak harus memisahkan mereka sekali lagi.
Karla tidak khawatir dengan perpisahan kali ini, karena ia yakin Will akan
mudah ia temukan. Tidak menghilang seperti dulu.
Karla keliru.
Will memang tidak menghilang.
Tapi tanpa alasan yang jelas, Will menginginkan hubungan mereka berakhir. Tanpa
alasan apapun. Karla kecewa. Sangat kecewa ....
Waktu terus berlalu. Will tetap
membekas di ingatan Karla, tapi ia harus terus bangkit dan tidak terpuruk. Ia
menjalani hari-harinya dengan bahagia. Bertemu teman baru, dan menikmati asrama
kampus yang ternyata menyenangkan. Karla juga bertemu dengan pria yang baik
padanya. Dan hubungan itu berlanjut terus, hingga Karla tau dirinya hamil.
Sedangkan laki-laki itu kembali kepada tunangannya.
Sampai suatu hari ia mendengar
kabar dari temannya, kalau Will terlibat sesuatu yang sangat serius.
Will akan meledakan gedung dan
meminta uang tebusan. Karla terkejut. Will yang diberitakan berbeda sekali
dengan Will yang dulu Karla kenal.
Karla lebih terkejut ketika
mengetahui, bahwa Will tidak pernah menjadi mahasiswa di MIT atau universitas
manapun.
***
Cerita yang menakjubkan ....
Ketika membaca prolognya aja aku
udah penasaran apa yang terjadi pada Will. Karena ia sedang berada di sebuah
penjara dan Karla sedang menjeguknya. Yang bikin penasaran lagi, Will berada di
penjara Amerika. Aku udah ngebayangin kesalahan apa yang dilakukan Will. Atau
dia Cuma berada di tempat yang salah.
Dan cerita pun mundur sepuluh
atau sebelas tahun lalu ketika mereka masih SMA.
Bukannya menemukan jawaban atas
teka-teki yang disodorkan pada bagian Prolog. Aku malah makin nebak-nebak apa
yang dilakukan Will hingga berakhir di penjara. Will memang seperti anak
laki-laki kebanyakan, suka bermain bola, berkumpul bersama para sahabat dan
cerdas dalam bidang fisika matematik. Dia spesial dengan caranya sendiri.
Sudut pandang yang di pakai
penulis adalah SP orang pertama tunggal,
dimana penulis berperan sebagai “Aku” tokoh utama. Dari Karla kita mengetahui
karakter Will lebih jauh. Bahkan kita lebih mengenal Will daripada Karla
sendiri. Disini penulis menekankan pada Will. Untuk karakter Karla, dia seperti
anak perempuan pada umumnya. Secara fisik, dia cantik dan menarik. Penulis sepertinya
memang ingin membawa pembaca hanya mengenal Will dari Karla, terbukti dari
karakter lain yang hanya tampil seadanya saja. Bahkan tidak ada penjelasan yang
detail mengenai orang lain. FOKUS ...
Aku suka gaya tulis si penulis. Bahasa
yang digunakan sederhana sekali, tapi mampu membuat pembaca menikmati setiap
detik waktu yang Karla habiskan bersama teman-temannya. Kalau aku istilahkan
seperti ini, aku sedang duduk bersama Karla dan mendengarkan dia cerita. Nah
seperti itulah perasaan aku saat membaca buku ini. Tidak memakai diksi
berlebihan untuk mendeksripsikan perasaan hati, baik senang ataupun sedih.
Sedih dan senang dalam buku ini
imbang. Walaupun aku tidak suka dengan ending-nya tapi aku rasa keputusan
menulis ending seperti itu tepat. Seperti suatu pembelajaran buat kita yang
membacanya. Walaupun buku ini sederhana, tapi konflik yang disajikan
benar-benar kompleks. Tapi jangan mengharapkan konflik WOW yang mencengangkan. Seperti
aksi tembak-tembakan atau berkelahi.
Pembelajaran yang aku dapat
adalah, orang secemerlang Will pun akan mengahadapi masalah ketika mencapai
mimpinya. Bahkan ia sudah merasakan titik terendah dari kehidupan. Tapi ia
tetap menjalaninya dengan caranya sendiri. Sayangnya caranya salah, ia
pikir ia mampu tanpa melibatkan orang
lain dalam masalahnya. Sehingga kejadian tidak diinginkan pun terjadi.
Jangan biarkan masalah membuat
kita menjauhi orang-orang yang kita cintai. Karena itu salah. Hanya membuat
kita berpikir tidak rasional dan melakukan tindakan di luar batas kewajaran.
Will adalah contoh yang bisa membuat kita berpikir ulang, sikap menjauh bukan
jalan terbaik.
‘It is, K. It’s fair.
Kamu tau, Tuhan nggak menentukan nasib. Tuhan Cuma memberi orang beberapa
karakteristik, seperti elektron dan proton dan neutron dalam atom. Sisanya berjalan
seperti hukum alam. Semua orang punya pilihan untuk menarik garis hidup mereka
masing-masing.” ─
William Hakim (hal 248)
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan komentarmu disini